BRG Ingatkan Bahaya Karhutla bagi Kesehatan Masyarakat
Berita Baru, Jakarta – Badan Restorasi Gambut (BRG) mengingatkan bahaya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) bagi kesehatan masyarakat. Pasalnya karhutla rawan terjadi ditengah kemarau yang telah berlangsung disebagian besar wilayah Indonesia.
Saat ini BRG tengah melaksanakan kerja-kerja pemulihan ekosistem gambut. Upaya itu sebagai langkah antisipsi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Kahutla).
Deputi Bidang Edukasi Sosialisasi Partisipasi dan Kemitraan BRG, Myrna A Safiti mengatakan, berdasarkan riset yang dilakukan Harvard University dan Columbia University salah satu bahaya Karhutla adalah terjangkitnya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) kepada masyarakat.
Jika tidak segera ditangani, menurut Myrna ISPA yang menyerang masyarakat selama bertahun-tahun tersebut akan menyebabkan kematian dini terutama bagi mereka yang berusia 50 tahun ke bawah.
“Ini bukan efek sesaat, mereka terpapar selama tahunan asap Karhutla. Kata penelitian Harvard dan Colombia, kalau tidak ada upaya serius yang dilakukan semua pihak maka diperkirakan 91 ribu kasus kematian dini di Indonesia akan terjadi. Penelitian ini mengambil sampel Karhutla tahun 2015,” jelasnya dalam Diskusi Virtual yang digelar 164 Channel LTN PBNU, Selasa (28/7).
Myrna menambahkan, dalam situasi yang serba mendesak ini, pihaknya mewanti-wanti agar tidak terjadi karhutla ditengah Pandemi Covid-19. Karena hal itu merugikan banyak sektor diantaranya sektor kesehatan, ekonomi dan lingkungan hidup.
“Sebab jika hal ini dibiarkan dikhawatirkan terjadi kematian dini seperti penelitian yang telah diungkapkan Harvarad University dan Columbia University,” tutur Doktor Ilmu Hukum Universitas Leiden Belanda ini.
Karena itu, lanjut Myrna penting sekali diketahui khal layak luas bahwa restorasi gambut bukan sebatas pemulihan 2,6 juta hektar ekosistem gambut tetapi memberikan pemahaman kepada masyarakat di desa gambut dan koorporasi agar bersama-sama mencegah terjadinya Kahutla.
Selain itu, Myrna menyatakan program restorasi gambut ibarat menyembuhkan orang sakit agar kembali sembuh. Masalahnya 2,6 juta hektar gambut yang menjadi target restorasi BRG adalah lahan gambut yang rusak sehingga perlu penanganan yang benar-benar matang agar upaya mengemablikan fungsi hidrologis berjalan dengan baik.
“Makanya disana ada kegiatan ekonomi masyarakat, macam-macam. Di desa gambut juga ada pertanahan sawah, perkebunan ada juga nelayan tambak dan lain-lain,” pungkasnya.