Kritik Program Prakerja, Timboel Siregar: Ganti Menko Perekonomian
Berita Baru, Jakarta – Video kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat kabinet terbatas pada Kamis (18/6) lalu mengemuka setelah diunggah oleh akun resmi Sekretariat Presiden dua hari yang lalu. Ikhwal kemarahan Jokowi tersebut menjadi pembicaraan hangat publik saat ini, karena mengundang spekulasi akan terjadinya reshuffle kabinet.
Hal itu juga memantik reaksi dari berbagai pihak, salah satunya komentar datang dari Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar. Ia menilai Jokowi geram karena para pembantunya kurang mampu bekerja secara sigap dan cepat dalam menangani COVID-19.
“Kegeraman Presiden terkait kinerja para pembantunya memang wajar mengingat dana anggarannya sudah tersedia tetapi tidak dieksekusi dengan baik sehingga masyarakat menjadi korban”. Tutur Timboel dalam keterangan tertulis yang diterima Beritabaru.co pada Selasa pagi (1/7).
Selain kepentingan masyarakat terganggu, imbuh Timboel, kemarahan Jokowi tersebut juga dipicu oleh prediksi Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal kedua sebesar minus 3,8 persen.
Timboel menduga, Presiden berharap agar realisasi anggaran dipercepat agar dapat menopang pertumbuhan ekonomi agar tidak separah yang diprediksi Menteri Keuangan tersebut.
Selain itu, Timboel juga menilai agar kemarahan Presiden Jokowi tersebut benar-benar ditindaklanjuti dengan reshuffle kabinet. Bahkan ia merekomendasikan agar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian direshuffle karena gagal mengelola Program Prakerja.
“Marahnya Presiden memang harus ditindaklanjuti oleh resuffle kabinet. Saya menilai yang harus diganti Presiden adalah Menko Perekonomian Airlangga Hartanto yang jelas jelas telah gagal mengelola kartu Prakerja”. Saran Timboel.
Penundaan realisasi Program Kartu Pekerja gelombang keempat menjadi alasan utama usulan Timboel. Menurutnya, para pekerja yang di-PHK dan dirumahkan semakin banyak sementara, tetapi kartu Prakerja yang seharusnya bisa membantu daya beli mereka justru dihentikan. Penundaan yang terlalu lama tersebut mengakibatkan daya beli pekerja yang di-PHK dan dirumahkan tanpa upah semakin sulit.
“Hingga saat ini baru 680 ribu peserta yang terjaring kartu prakerja, dari target 5,6 juta orang. Itu pun dari 680 ribu yang sudah terdaftar ada yang belum mendapat lanjutan bantuan 600 ribu per bulannya. Faktanya jutaan pekerja yang ter-PHK dan dirumahkan tanpa upah, yang terus berharap dari kartu prakerja tetapi sulit mendapat karena Menko Perekonomian dgn sengaja menghentikan rekrutmen peserta kartu prakerja”. Jelasnya.
Mengenai persoalan pelatihan online yang sempat memicu kontroversi, Timboel menilai sebaiknya ditunda dulu sampai bisa dilakukan pelatihan offline yang memang riil. Menurutnya, penerimaan peserta kartu prakerja tetap dibuka, tetapi pelatihan onlinenya ditunda, dan bantuan sebesar Rp. 600 ribu per-bulan tetap dibayarkan.
“Semoga Presiden segera mengganti Menko Perekonomian dengan memilih pembantunya yang profesional sehingga kartu Prakerja segera bisa dilanjutkan”. Pungkasnya.