Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

BPJS Watch
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar

BPJS Watch Sambut Baik Perpres No. 57/2023 Terkait Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan



Berita Baru, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) nomor 57 tahun 2023 tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan, pada 25 September 2023, pekan lalu.

Perpres No. 57 ini mengganti keberadaan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 Tahun 1980 tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai, semangat yang dikandung Perpres No. 57/2023 ini baik untuk memastikan Permintaaan dan Penawaran tenaga Kerja lebih tepat sasaran dan mudah dipertemukan oleh Pemerintah. 

“Selain itu Pemerintah juga akan memiliki data base yang lebih baik dan lebih mudah memantaunya,” kata Timboel Siregar, sebagaimana dikutip dari catatan hariannya yang diterima Beritabaru.co, Jum’at (29/9).

Timboel berharap Perpres No. 57 ini dapat juga meningkatkan pendataan dan proses pengawasan serta pembinaan ketenagakerjaan.

Menurut Timboel, selama ini pelaksanaan Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan tidak efektif karena masih banyak pengusaha yang belum mau terbuka sepenuhnya untuk lowongan kerja yang mereka buka.

“Ada proses rekrutmen yang tidak dilakukan ke public. Demikian juga pelaksanaan Informasi lowongan kerja yang dikelola Pemerintah belum terintegrasi, karena selama ini masih dilakukan sendiri oleh dinas-dinas tenaga kerja (seperti penggunaan kartu Kuning), sehingga tidak terintegrasi,” terangnya.

Lebih lanjut Timboel menjelaskan, kehadiran Perpres no. 57 ini berpotensi untuk lebih memastikan kebutuhan Perusahaan atas calon pekerja bisa dipenuhi oleh Pemerintah.

Tentunya melalui ketersediaan SDM yang sudah dilatih oleh Pemerintah melalui berbagai program pelatihan vokasional. 

“Tentunya hal ini akan lebih baik bila seluruh program pelatihan vokasional diintegrasikan dalam satu badan pelaksana sehingga penawaran SDM kepada Perusahaan lebih terencana, terarah, dan terintegrasi,” tuturnya.

Selama ini, kata Timboel, peran Pemda bersifat pasif dalam pengelolaan informasi lowongan kerja, hanya menunggu informasi lowongan kerja dari Perusahaan. 

Sehingga ke depan, dengan hadirnya Perpres no. 57 ini pihak Dinas Tenaga Kerja proaktif melakukan kunjungan door to door ke Perusahaan, dan melaporkan informasi ini ke Kemenaker agar data kebutuhan tenaga kerja lebih terkonsolidasi. 

“Ini pun bisa dimanfaatkan oleh Pemerintah untuk mendukung perencanaan pelatihan ke depan yang berbasis kebutuhan industri dan dunia usaha,” terangnya.

Adapun untuk Perusahaan yang selama ini cenderung melanggar ketentuan ketenagakerjaan, sebut Timboel, kehadiran Perpes no. 57 ini tidak disukai. Karena Pengusaha khawatir pelanggaran ketenagakerjaan yang selama dilakukan akan diketahui oleh Pemerintah.

Bahkan, selama ini sudah ada UU No 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan, namun UU ini belum mampu dimanfaatkan Kemnaker untuk mendapatkan data ketenagakerjaan dari proses rekrutmen hingga PHK. 

Seharusnya, kata Timboel, Perpres no. 57 ini dikaitkan dengan UU No. 7 Tahun 1981 sehingga Kemnaker memiliki database ketenagakerjaan yang lebih baik dan berkualitas. 

Dalam point menimbang dan mengingat di Perpres no. 57/2023, tidak disebut UU No. 7 tahun 1981. Seharusnya dikaitkan sehingga informasi ketenagakerjaan lebih terintegrasi.

“Kewajiban Perusahaan melaporkan pekerja yang ter-PHK ada di ketentuan UU No. 7 tahun 1981. Dengan data yang seharusnya dilaporkan pengusaha ini maka Kemenaker dan Dinas Tenaga Kerja dapat mengetahui kebutuhan pekerja baru dengan proses rekrutmen yang akan dilakukan Perusahaan. Dengan data SDM yang telah dilatih, Pemerintah bisa menawarkan calon pekerja untuk mengisi kebutuhan Perusahaan tersebut,” katanya.

Dengan tegas Timboel menyebut, untuk memperkuat informasi lowongan pekerja dari luar negeri seharusnya peran KBRI/KJRI lebih ditingkatkan dan lebih proaktif mencari pasar tenaga kerja seperti lowongan pekerjaan dari pabrik/industri, kebutuhan pekerja domestic termasuk kebutuhan pekerja magang di luar negeri.  

Kata Timboel, guna memperkuat pelaksanaan Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan, Perpres no. 57 ini memuat ketentuan tentang sanksi. Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota berwenang memberikan sanksi kepada pengusaha yang tidak memenuhi kewajiban melaporkan lowongan pekerjaan.

“Hal ini diatur pada Pasal 13 huruf (h) untuk Pemerintah Pusat, Pasal 14 huruf (g) untuk provinsi, dan Pasal 15 huruf (g) untuk kabupaten/kota,” urainya.

Tiboel pun menekankan, pemerintah harus meningkatkan kualitas pengawas ketenagakerjaannya sehingga pengawasan dan penegakkan hukum bisa berjalan dengan baik. 

Karan selama ini pengawasan dan penegakkan hukum lemah sehingga ketentuan pemberian sanksi dalam program ini pun tidak akan maksimal dan hanya ada di atas kerja saja. 

Adalapun kekhawatiran pelaksanaan Perpres no. 57 ini, sebut Timboel, adalah program Wajib Lapor Lowongan pekerjaan ini menjadi objek korupsi dan pungli oleh pengantar kerja dan atau petugas antar-kerja sehingga Perusahaan mengeluarkan biaya-biaya illegal, dan pencari kerja yang berpotensi diminta biaya untuk informasi lowongan kerja ini.

“Selain mengatur tentang sanksi, Perpres no. 57 inipun mengatur tentang penghargaan. Pasal 16 mengatur tentang pemberian penghargaan bagi pemberi kerja yang melaporkan lowongan pekerjaan,” katanya. 

“Tentunya ini sangat baik, dan diharapkan bisa lebih memotivasi Pengusaha untuk memberikan informasi tentang Lowongan Pekerjaan. Untuk lebih menarik bagi pengusaha, saya usul penghargaan ini juga bisa dikaitkan dengan pemberian insentif pajak atau insentif lainnya,” sambung Timboel.

Lebih jauh Timboel berpandangan, untuk mendukung pelaksanaan program ini lebih baik, dirinya mengusulkan juga agar pelaksanaan pelatihan vokasional yang dikelola Program Kartu PraKerja, Program Jaminan Kehilangan Pekerja (JKP) dan program pelatihan yang diorganisir Kemnaker atau kementerian lain diintegrasikan sehingga hanya dikelola satu badan saja.

“Dengan pengintegrasian ini maka manfaat Informasi Pasar Kerja juga terintegrasi sehingga lebih efektif dan efisien dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan evaluasi,” pungkasnya.