Bursa Eropa Menghijau Setelah Inggris Membuka Lockdown
Berita Baru, Internasional – Setelah semakin banyak negara-negara yang melonggarkan kebijakan penguncian (lockdown), bursa saham Eropa menghijau pada perdagangan Kamis (7/5). Indeks FTSE 100 Inggris menguat 0,74%, DAX 30 Jerman 0,8% dan CAC 40 Prancis 0,72%.
Setelah lama dinanti, Inggris akhirnya mengumumkan akan melonggarkan lockdown, menyusul negara-negara besar lainnya seperti Jerman, Italia, Spanyol hingga Belanda.
Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson, Rabu kemarin mengatakan pelonggaran lockdown bisa dilakukan pada Senin (11/5) pagi.
“Kami ingin, jika kami bisa, untuk melonggarkan lockdown pada hari Senin” kata PM Johnson di hadapan Parlemen Inggris, sebagaimana dilansir CNBC International.
PM Johnson menambahkan akan mengumumkan pelonggaran lockdown pada hari Minggu (10/5) nanti. Sementara itu, Kanselir Jerman, Angela Merkel juga mengumumkan langkah-langkah pelonggaran lockdown, tetapi juga merilis mekanisme “emergency brake”, dimana lockdown bisa kembali diterapkan jika laju penambahan kasus baru COVID-19 kembali melonjak.
Semakin banyak negara-negara yang melonggarkan lockdown tentunya memunculkan harapan roda perekonomian di Benua Biru perlahan berputar dan perekonomian bisa segera bangkit dari kemerosotan.
Sementara itu, bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) dalam pengumuman kebijakan moneter hari ini mempertahankan suku bunga 0,1%, tetapi menyatakan siap bertindak jika dibutuhkan untuk membantu perekonomian yang merosot akibat COVID-19.
Komite Kebijakan Moneter (Monetary Policy Committee/MPC) secara bulat memutuskan mempertahankan suku bunga acuan 0,1%. Sementara 7 dari 9 anggota komite memilih tetap mempertahankan program pembelian aset (quantitative easing/QE) sebesar 200 miliar poundsterling, sehingga total QE yang digelontorkan BoE sebesar 645 miliar poundsterling. Sementara 2 anggota lainnya memilih untuk menambah QE 100 miliar.
Bank sentral yang dipimpin oleh Andrew Bailey ini memberikan “skenario ilustratif” perekonomian Inggris di tahun ini, yang diprediksi menjadi yang terburuk dalam lebih dari 300 tahun terakhir. Sepanjang triwulan I-2020, pertumbuhan ekonomi Inggris diprediksi minus alias berkontraksi 25%.
Dampaknya sepanjang tahun 2020 kontraksi diramal sebesar 14%, atau yang terburuk sejak tahun 1706, berdasarkan data historis yang dimiliki BoE. Meski demikian, ekonomi Inggris diprediksi akan segera bangkit setelah lockdown dilonggarkan dan pandemi COVID-19 berhasil dihentikan.
Perekonomian diprediksi akan kembali tumbuh seperti sebelum dilanda COVID-19 pada semester II-2021, dan tumbuh 3% di tahun 2022.