Indonesia Bersiap Hadapi Risiko Karhutla Selama Musim Kemarau
Berita Baru, Jakarta – Indonesia dilaporkan telah memasuki musim kemarau, yang menjadikan beberapa wilayah rentan terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) gambut.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa terdapat lebih dari 13 provinsi yang paling rentan terhadap karhutla, dengan lebih dari 1.000 titik panas. Enam dari provinsi-provinsi itu terletak di Pulau Sumatra, yaitu Riau, Jambi, Kepulauan Riau, Sumatra Selatan, Bengkulu, dan Lampung, mencatatkan status berisiko tinggi. BMKG telah memperingatkan warga untuk tidak membakar sampah atau melakukan aktivitas yang dapat menyebabkan kebakaran. Sebagaimana dikutip dari laman Xinhua pada Senin (5/8/2024).
BMKG menyatakan di situs webnya bahwa karhutla sebagian besar disebabkan oleh kondisi cuaca yang kering, curah hujan yang rendah, dan angin kencang. “Faktor-faktor ini telah meningkatkan risiko karhutla di daerah-daerah tersebut,” kata BMKG.
Karhutla juga dipengaruhi oleh gelombang Rossby Ekuator (Rossby Equatorial) dan gelombang Kelvin, yang diprediksi aktif di kawasan ini. Selain itu, faktor pemanasan skala lokal juga secara signifikan memengaruhi proses pengangkatan massa udara dari permukaan Bumi ke atmosfer, menurut BMKG.
Media lokal telah melaporkan sejumlah kasus karhutla dalam beberapa hari terakhir. Di Kecamatan Bintan Utara, Provinsi Kepulauan Riau, api berkobar di area seluas 8 hektare sejak Rabu (31/7/2024) dan mengganggu aktivitas masyarakat setempat. Otoritas penanggulangan bencana daerah, dengan bantuan warga setempat, masih berusaha memadamkan kobaran api tersebut.
Pada Kamis (1/8/2024), Pemerintah Kabupaten Kampar di Provinsi Riau menetapkan status siaga darurat karhutla, serta meminta semua otoritas terkait untuk mempersiapkan langkah-langkah konkret guna menghadapi peningkatan suhu di musim kemarau.
Namun, Penjabat Bupati Kampar Hambali mengatakan bahwa selain dipicu oleh suhu udara yang meningkat, kelalaian manusia dalam bentuk aktivitas membersihkan lahan dengan cara pembakaran juga dapat memperburuk potensi karhutla. “Kami akan menindak tegas mereka yang dengan sengaja membakar lahan. Saya telah memerintahkan seluruh instansi terkait di daerah untuk mengimbau masyarakat agar tidak membersihkan lahan dengan cara membakar,” ujar Hambali, seperti dikutip media setempat.
Di Provinsi Jambi, sebuah insiden kebakaran menghanguskan 6,5 hektare lahan di dua daerah yang berbeda pada Jumat lalu. Sebagian besar kobaran api ditemukan di semak belukar.
Indonesia dikenal sebagai negara yang rentan terhadap karhutla gambut, yang merupakan penyumbang emisi terbesar, seiring negara itu menghadapi musim kemarau yang lebih panjang dan lebih kering setiap tahunnya akibat fenomena iklim El Nino.
Dari Januari hingga Oktober 2023, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia (RI) melaporkan bahwa karhutla telah menghanguskan 994.313 hektare lahan, melepaskan 40,6 juta ton emisi karbon dioksida.
Pada 2019, kebakaran melahap 3,1 juta hektare hutan hujan dan lahan gambut, yang melebihi total luas wilayah Belgia. Beberapa negara tetangga, termasuk Singapura dan Malaysia, juga terdampak oleh kabut asap dari kebakaran tersebut.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Siti Nurbaya Bakar menyatakan komitmennya untuk mengatasi karhutla dengan lebih waspada. “Kita harus meningkatkan kontrol dan memperkuat pengawasan. Jangan sampai kobaran api menyebar melintasi perbatasan,” sebut Siti Nurbaya.