Pemerintah Terbitkan PP Perpajakan dan PNBP Pertambangan Batu Bara
Berita Baru, Jakarta – Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Bidang Usaha Pertambangan Batubara yang ditetapkan pada 11 April 2022.
“PP ini menjadi tonggak penting sebagai landasan hukum konvergensi kontrak yang nantinya berakhir menjadi rezim perizinan dalam upaya peningkatan penerimaan negara,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam keterangan resminya, Sabtu (16/4).
Ia menyebut, PP ini diterbitkan untuk melengkapi UU nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur bahwa kontrak pertambangan yang berakhir dapat diperpanjang dengan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dengan mempertimbangkan penerimaan negara.
Bagian pertama PP, lanjutnya, menjelaskan tentang pelaksanaan pembayaran pajak penghasilan untuk pelaku usaha pertambangan batubara, yakni pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), pemegang IUPK, pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, dan pemegang PKP2B.
“Adanya kepastian hukum mengenai PPh yang lebih baik melalui PP ini diharapkan semakin memudahkan pelaku usaha di sektor ini dalam menunaikan kewajiban pajak,” terang Febrio.
Sementara pada bagian kedua pemerintah mengatur besaran tarif PNBP produksi batubara secara progresif mengikuti kisaran Harga Batubara Acuan (HBA) bagi pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
Dengan demikian, kata Febrio, pada saat HBA rendah, tarif PNBP produksi batubara juga rendah dan tidak membebani pemegang IUPK, sebaliknya saat harga komoditas naik, negara juga mendapatkan PNBP yang tinggi dari produksi batubara.
Selain itu, untuk mendorong pemanfaatan produksi batubara bagi industri di dalam negeri, pemerintah juga menetapkan tarif tunggal yang lebih rendah sebesar 14 persen bagi produksi batubara untuk penjualan dalam negeri.
“Implementasi peraturan ini diharapkan tetap mampu menjaga keseimbangan antara upaya peningkatan penerimaan negara dengan upaya tetap menjaga keberlanjutan pelaku usaha, sehingga akan menjadi fondasi terwujudnya keberlanjutan pendapatan untuk mendukung konsolidasi fiskal ke depan,” ucap Febrio.