Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store
Kepada Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu (Foto: Istimewa)

BKF Kemenkeu: BBM Selalu Dibawah Harga Keekonomian



Berita Baru, Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio N Kacaribu merespon terkait kenaikan harga BBM jenis pertamax. Menurutnya hal itu dikarenakan harga BBM di Indonesia tidak pernah sesuai dengan nilai keekonomiannya.

Menurut Febrio, harga BBM di Tanah Air yang selama ini diterima masyarakat tidak pernah sesuai dengan nilai keekonomiannya. Misalnya, harga Pertamax kini Rp12.500 per liter. Padahal, nilai keekonomian sebenarnya mencapai Rp16 ribu per liter.

“Karena memang hampir tidak pernah harga kita di SPBU itu di atas harga keekonomian. Jadi, memang selalu di bawah harga keekonomian,” tutur Febrio di acara Indonesia Macroeconomic Update 2022, Senin (4/4/2022).

Febrio mengatakan, selama ini pemerintah memberikan subsidi kepada masyarakat melalui pemberian subsidi energi ke PT Pertamina (Persero) atas selisih harga jual BBM ke masyarakat dengan harga sesuai nilai keekonomiannya. Tujuannya, untuk menjaga daya beli masyarakat agar pengeluaran tidak terlalu besar.

Oleh karena itu, ketika harga minyak dunia turun, harga BBM tidak serta merta langsung turun. Sebab, saat harga minyak dunia turun, nilainya tidak benar-benar menutup besaran anggaran subsidi energi dari pemerintah untuk menyesuaikan nilai keekonomian harga BBM tersebut.

“Pernah beberapa bulan di tahun tertentu, waktu di 2020, ketika harga minyak bumi jauh sekali turunnya, itu ada beberapa bulan, tapi tidak lama balik ke mekanisme subsidi, balik ke mekanisme harga yang diberikan ke masyarakat itu lebih rendah dari harga keekonomiannya,” jelas Febrio.

Kendati begitu, ia menuturkan pemerintah terus berusaha mencari skema subsidi yang lebih baik kepada masyarakat. Salah satunya subsidi sesuai target. Misalnya, hanya masyarakat tertentu yang boleh menerima subsidi BBM.

Skema itu berbeda dari yang diterapkan saat ini, di mana subsidi BBM diberikan dengan skema barang, sehingga berbagai kalangan masyarakat bisa menikmatinya selama mereka memilih untuk membeli BBM bersubsidi.

“Iya itu jelas (mempertimbangkan skema subsidi individu) karena bertahun-tahun kita sudah menyampaikan bahwa subsidi dalam bentuk barang terhadap komoditas itu tidak well targeted,” katanya.

“Bahkan, sebenarnya dalam beberapa konteks itu memperburuk ketimpangan karena yang miskin mendapatnya sedikit, yang kaya malah mendapat banyak, contohnya BBM dan elpiji,” tambahnya.

Untuk itu, pemerintah tengah mengkaji pemberian subsidi BBM dengan skema sesuai target. Namun, Febrio belum bisa memberi kepastian kapan kira-kira kebijakan ini bisa diterapkan.

“Semua kita pertimbangkan (untuk subsidi tertutup), tinggal kita lihat timing-nya dan memastikan bahwa timeline-nya tidak menimbulkan gejolak,” pungkasnya.