198 Ponpes Terafiliasi dengan Jaringan Teroris, BNPT: Data Intelijen
Berita Baru, Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI membeberkan 198 pondok pesantren yang terafiliasi dengan sejumlah jaringan teroris merupakan data intelijen yang dikumpulkan pihaknya untuk dilakukan pemantauan.
Direktur Pencegahan BNPT RI, Brigjen Ahmad Nurwakhid mengatakan ponpes-ponpes itu tersebar di seluruh Indonesia. Penilaian itu dilakukan berdasarkan sejumlah indikator berkaitan radikalisme suatu kelompok.
“Terafiliasi 198 itu antara lain bisa jadi terafiliasi secara ideologi tadi. Kedua, bisa jadi mereka terafiliasi memang ada kolaborasi, ada koneksi ataupun kerja sama antara mereka,” kata Nurwakhid saat dikutip dari CNNIndonesia.com, Jumat (28/1).
Selain itu, kata dia, terdapat juga sejumlah jaringan teroris yang eksis di Indonesia mendirikan pondok pesantren untuk mengembangkan ajarannya secara terselubung.
Kegiatan ponpes itu kemudian disamarkan sehingga tak terlihat terkait dengan suatu kelompok teroris tertentu. Mereka, disebutkan Nurwakhid, berkamuflase sebagai salah satu upaya untuk memuluskan agendanya.
BNPT menilai, beberapa pengurus yang bertugas di Ponpes tersebut diantaranya merupakan anggota aktif yang tergabung dalam organisasi teroris tertentu.
“Pesantren ini dibangun jaringan teroris tapi berkamuflase. Mereka dirikan seolah-olah moderat atau dengan cara-cara legal, seperti JI (Jamaah Islamiyah). Kan, banyak seperti itu. Ini namanya strategi tamkin, atau taqiyyah atau menyamar. Bersembunyi atau berkamuflase untuk menyembunyikan agendanya,” tambah dia.
Adapun beberapa jaringan teroris yang dimaksud BNPT seperti Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Jamaah Ansharut Khilafah (JAK), hingga Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Menurutnya, sejumlah indikator yang menjadi penilaian BNPT untuk memantau ratusan ponpes itu ialah pertama memiliki motif untuk masuk ke jaringan teroris. Yakni, kesamaan ideologis, politik ataupun gangguan keamanan.
Ideologi dimaksud BNPT itu adalah pemikiran takfiri, atau mengafirkan orang yang berbeda dengan kelompoknya. Ideologi itu, kata dia, tercermin dari sikap intoleran atau tidak menghargai perbedaan.
Kemudian, mereka pun disebutkan anti pemerintahan yang sah hingga membuat ketidakpercayaan di tengah masyarakat. Lalu, ponpes yang terindikasi juga dimungkinkan berisi orang-orang yang anti-Pancasila dan sudah pro khilafah.
“Dengan menyebarkan hoaks, konten-konten hate speech, adu domba, dan sebagainya,” jelas Nurwakhid.
Selain itu, kata Nurkwakhid, terdapat juga beberapa ponpes yang melakukan kegiatan penggalangan dana-dana untuk kemudian disalurkan ke jaringan teroris sebagai biaya operasional. Metode tersebut, menjadi salah satu yang dipantau oleh BNPT.
“Jadi 198 (Ponpes) itu variasinya macam-macam tadi. Ada yang ketidaktahuan, ada yang memang terafilias, ada yang terkoneksi dan berafiliasi bagian dari jaringan teroris tadi,” tambahnya.
Namun saat dikonfirmasi lebih lanjut, Nurwakhid tak dapat merinci lokasi ataupun titik-titik wilayah dari 198 Ponpes yang dimaksudkannya tersebut.
Menurutnya, informasi tersebut merupakan data intelijen yang tak bisa menjadi konsumsi publik. Ia mengatakan, BNPT membeberkan data tersebut dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPR RI sebagai bentuk akuntabilitas kerja.
Dia mengatakan jika informasi tersebut tersebar ke publik maka hal itu menjadi peringatan kepada masyarakat bahwa radikalisme dan terorisme menjamur sehingga harus diwaspadai.
“Yang benar-benar dari bagian teror itu dari data intelijen kami. Kecuali pesantren itu sudah terbukti secara hukum dan dapat vonis pengadilan, baru di-publish,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua BNPT Komjen Boy Rafli Amar menjelaskan bahwa 198 pesantren tersebut, 11 di antaranya terafiliasi dengan jaringan organisasi teroris Jamaah Anshorut Khilafah (JAK), 68 pesantren terafiliasi dengan Jemaah Islamiyah (JI), dan 119 terafiliasi dengan Anshorut Daulah atau simpatisan ISIS.
Hal itu diungkapkan dalam RDP dengan Komisi III DPR RI yang digelar pada Selasa (25/1).
Selain Ponpes, kata dia, BNPT memetakan rumah singgah di daerah diduga juga berkaitan dengan jaringan teroris. Rumah tersebut tersebar di beberapa daerah di Jawa Barat seperti Depok, Karawang, dan Cilacap.
Di Kota Depok, BNPT rumah singgah tersebut dikelola lembaga bernama BM Mahzatul Ummah. Lembaga itu mengelola antara lain 10 kontrakan, kendaraan, dan tiga unit usaha makanan hingga toko herbal.