Warga Mengare Tuding Reklamasi JIIPE Gresik Penyebab Jebolnya Ratusan Hektar Tambak
Berita Baru, Gresik – Warga tiga desa di Mengare, Kecamatan Bungah menuntut pihak Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) bertanggung jawab atas jebolnya ratusan tambak akibat diterjang banjir rob beberapa waktu lalu.
Masyarakat ring 1 proyek kawasan ekonomi khusus (KEK) tersebut menuding, jebolnya ratusan hektar tambak akibat adanya reklamasi yang terus berlangsung di pelabuhan Internasional. Sejak reklamasi berlangsung, ratusan hektar tambak berubah menjadi daratan. Laut mengalami pendangkalan yang berdampak pada pendapatan nelayan semakin menurun.
“Sehingga gelombang yang harusnya mengarah ke wilayah JIIPE berbalik ke tambak warga,” kata Kepala Desa (Kades) Tajungwidoro, Mastain usai audensi dengan perwakilan JIIPE di Balai Desa Watuagung, Senin (13/6).
Abdul Amin, salah satu warga Desa Watu Agung menyebut, banjir rob memang sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Bahkan sebelum JIIPE berdiri di Gresik. Namun, dampaknya tidak separah tahun ini, hingga menyebabkan banyak tambak jebol.
“Sejak ada reklamasi JIIPE ketika banjir rob banyak tambak yang jebol, dan terlihat seperti lautan. Jumlahnya mencapai ratusan hektar,” ujar dia.
Oleh sebab itu, warga Mengare komplek yang terdiri dari Desa Watuagung, Kramat dan Tajung Widoro menuntut JIIPE bertanggungjawab. Mereka menuntut adanya normalisasi kali dengan cara pengerukan dan memperbaiki tanggul tambak yang jebol.
“Jika tidak segera ditangani dampaknya semakin parah, ratusan tambak tenggelam,” katanya.
Selain itu, tuntutan masyarakat Mengare selanjutnya adalah penyerapan tenaga kerja yang selama ini tidak jelas. Banyak warga Mengare yang melamar kerja di lingkungan JIIPE tidak diterima dengan alasan tidak ada lowongan.
“Harus ada mekanisme yang jelas dalam penyerapan tenaga kerja. Sehingga alurnya jelas kemana warga akan mencari pekerjaan,” tukasnya.
Selanjutnya, penyaluran Corporate Sosial Responsibility (CSR) selama ini tidak jelas, berdampak kepada masyarakat. “Harus ada prioritas kepada masyarakat Mengare,” terangnya.
Pihaknya menegaskan, ketiga tuntutan masyarakat Mengare harus disetujui dan direalisasikan. Mereka memberikan waktu tiga hari kedepan untuk memberikan kepastian.
“Kalau tiga hari kedepan belum ada jawaban yang jelas, masyarakat Mengare akan turun jalan,” tandasnya.
Menanggapi tuntutan warga tersebut, perwakilan JIIPE, Mifti Haris menyatakan akan menyampaikan aspirasi tersebut kepada pimpinannya. Yang jelas, ketiga tuntutan tersebut menjadi atensi.
Misalnya, normalisasi kali dan perbaikan tanggul tambak yang jebol. Harus ada pemetaan terlebih dahulu untuk menentukan prioritas penanganannya.
“Harus dipetakan dulu, lokasi mana yang harus dikerjakan dulu. Tentu harus dilakukan bersama-sama dengan masyarakat,” kata Mifti.
Mifti membantah bahwa reklamasi bukan menjadi penyebab jebolnya tambak diwilayah Mengare. Semua murni faktor alam. Hal itu juga terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.
“Seperti di Surabaya, Semarang dan daerah lain juga mengalami banjir akibat air laut naik atau banjir rob. Jadi murni karena faktor alam,” ujar Mifti.
Soal penyerapan tenaga kerja, Mifti menyebut, sudah sering menyampaikan ke perusahaan yang beroperasi di kawasan JIIPE. Penyerapan tenaga kerja untuk memprioritaskan masyarakat Gresik. Khususnya yang berada di sekitar perusahaan.
“Termasuk penyaluran CSR terus kami lakukan sesuai dengan kemampuan perusahaan,” pungkasnya.