Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

FESTIVAL IBU BUMI
Surya Tjandra, Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN saat menyampaikan pidato kunci pada webinar bertajuk Agenda Pasca Pencabutan Izin: Memperkuat Ruang Kelola bagi Perempuan Indonesia, Rabu (2/2).

Wamen ATR/BPN: Pembangunan Harus Memberi Manfaat Yang Sama Bagi Perempuan Dan Laki-laki



Berita Baru, Jakarta – Pasca pencabutan izin usaha pertambangan minerba, sektor kehutanan, dan hak guna usaha (HGU) perkebunan pada 6 Januari 2022, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mendorong penguatan ruang kelola perempuan melalui reforma agraria.

Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra menegaskan bahwa keterlibatan dan peranan perempuan dalam bentuk ruang kelola, baik dalam penerbitan HGU khususnya plasma dan dalam konsep Reforma Agraria, akan sangat dirasakan membantu bagi peningkatan perekonomian masyarakat.

“Dalam konteks itu, paling tidak pada beberapa waktu belakangan sudah ada upaya-upaya untuk bagaimana proses kegiatan pemberdayaan di Kementerian ATR/BPN, masuk isu peningkatan kapasitas perempuan dan pemetaan sosial perempuan itu sendiri,” kata Surya, Rabu (2/2).

Secara normatif, penguatan ruang kelola bagi perempuan di Kementerian ATR/BPN sudah kuat. Hal itu terbukti dengan adanya Pasal 9 ayat 2 UUPA yang mengamanatkan tiap WNI baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

Beberapa wujud kesetaraan gender di kementerian ATR BPN diantaranya adalah dalam bidang akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat. Selain itu, Pengarusutamaan Gender (PUG) sudah menjadi visi dan arah tujuan secara nasional yang tertuang pada Kerangka Pembangunan Rancangan Teknokratis RPJMN 2020-2024 dan diturunkan pada Renstra khusus Kementerian ATR/BPN.

“Jadi pembangunan harus dapat memberikan manfaat yang sama bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk itu, di tahun 2020 sudah ada permen dari menteri ATR BPN yaitu tentang Renstra Kementerian yang menyinggung atau menyebutkan pengarusutamaan gender sebagai bagian dari visi arah tujuan arah kementerian kami secara nasional,” tegas Surya.

Sehubungan dengan itu, Presiden Joko Widodo pada Kamis (6/1) mengumumkan pencabutan izin pertambangan minerba, sektor kehutanan, dan hak guna usaha (HGU) perkebunan, diantaranya: Izin Usaha Pertambangan 2.078 perusahaan tambang mineral dan batubara, 192 Izin Kehutanan seluas 3.126.429 Ha, dan Hak Guna Usaha Perkebunan seluas 34.448 Ha.

Menanggapi hal tersebut, Surya mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk memperbaiki tata kelola SDA guna mewujudkan pemerataan, transparansi, dan keadilan serta memberikan kesempatan pemerataan dan pemanfaatan aset, termasuk ruang kelola perempuan.

“Intinya, bagaimana pemerataan dan pemanfaatan akses kelompok masyarakat itu bisa terwujud. Dalam hal inilah perempuan memang penting,” kata Surya. “Karena tidak selalu maraknya izin atau hak itu menciptakan kesejahteraan langsung. Dan indikator kuat dari ukuran terjadi peningkatan kesejahteraan atau tidak, bisa dilihat apakah perempuan memang menjadi sejahtera karena perempuan adalah ibu bumi.”

Surya menekankan bahwa perlu kolaborasi lintas sektor Pemerintahan dan kerjasama dengan kelompok masyarakat untuk membangun kesadaran perempuan akan nilai tambah kepemilikan HAT dengan nama pribadi.

Dalam pelaksanaannya, Presiden Joko Widodo mempunyai target adanya 9 juta hektar lahan yang akan dibagikan pada rakyat. Di dalam reforma agraria, Kementerian ATR/BPN mempunyai tugas utama untuk mencari tanah objek reforma agraria.

“Tapi kemudian pada prakteknya ada koreksi, separuhnya (4,5 juta hektar) adalah legalisasi aset, separuhnya (4,5 juta hektar) redistribusi tanah,” imbuh Surya.

Surya juga mengatakan salah satu problematisasi pengolahan lahan adalah mencari keseimbangan penggunaan lahan, mengingat dua pertiga kawasan daratan Indonesia secara total adalah hutan dan sepertiganya digunakan untuk kebutuhan.

“Presiden ke depan perlu memikirkan bagaimana solusinya terhadap situasi seperti itu, bagaimana kita mencari balance? apakah status kawasan bisa dirubah tapi fungsinya tetap hutan? Hal-hal seperti itulah yang perlu dibicarakan dan barangkali akan menjadi PR besar,” kata Surya.

Di akhir penjelasannya dalam webinar bertajuk Agenda Pasca Pencabutan Izin: Memperkuat Ruang Kelola bagi Perempuan Indonesia, yang diselenggarakan oleh Gender Focal Poin (GFP), didukung The Asia Foundation (TAF), dan Beritabaru.co sebagai media patner, Surya menyampaikan bahwa pada Maret 2022 akan ada Gugus Tugas Reforma Agraria Summit (GTRA Summit) dengan menghadirkan 333 pejabat di seluruh Indonesia.

“Dan salah satu poin penting yang saya kira masukannya sangat dibutuhkan dalam GTRA Summit adalah terkait pengarusutamaan gender dan bagaimana akses para ibu-ibu khususnya terhadap yang kita tugaskan dalam konteks reforma agraria tersebut,” pungkas Surya.

Perlu diketahui, webinar ini menghadirkan narasumber dari para perempuan pemimpin, meliputi Ester Bolango anggota Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) Desa Malitu, Kec. Poso Pesisir Selatan, Kab. Poso, Sulawesi Tengah; Asmia anggota LPHD Damaran Baru, Bener Meriah, Aceh; Suin dari Hutan Kemasyarakatan Hutan Lindung (HKm HL) Sungai Wain Kelurahan Karang Joang, Balikpapan, Kalimantan Timur; dan Kachyani anggota LPHD Desa Pangkalan Gondai. Kab. Pelalawan, Riau. Adapun para penanggap antara lain, Suyus Windayana, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN); Nasrun, perwakilan Ombudsman RI di Sulawesi Tengah; dan Haris Retno, Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur.