Walhi Sebut Banjir di NTT Dipicu Kerusakan Lingkungan Karena Alih Fungsi Lahan
Berita Baru, NTT – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nusa Tenggara Timur (NTT) menyoroti penyebab banjir yang terjadi di sebagian daerah di NTT. Walhi menyebutkan banjir tersebut disebabkan oleh rusaknya lingkungan yang disebabkan oleh alih fungsi lahan.
Direktur Eksekutif Walhi Nusa Tenggara Timur (NTT) Umbu Wulang T Paranggi mengatakan kerusakan lingkungan tersebut disebabkan karena alih fungsi lahan, pertambangan, dan pembalakan liar.
Wulang mencontohkam alih fungsi lahan di kawasan hulu Sumba Timur untuk kepentingan investasi pabrik gula. Menurutnya, lahan hutan ditebang dan diubah menjadi perkebunan tebu.
“Ini juga berdampak pada eskalasi banjir yang besar di Sumba Timur,” tegasnya dalam keterangan resminya, Senin (5/4).
Menurutnya, Kabupaten Malaka sendiri menjadi langganan banjir di NTT, dikarenakan terdapat pembangunan di kawasan hulu. serta terdapat kawasan pertambangan di kawasan sungai dan hulu.
“Tapi sampai hari ini masih juga praktik-praktik seperti itu, pertambangan ada di kawasan sungai maupun di daerah hulu,” ujarnya.
Sementara, kata Wulung, wilayah Adonara yang merupakan sebuah pulau di NTT terdapat aktivitas pembalakan liar di wilayah Gunung Boleng.
Menurutnya, banjir bandang yang melanda Adonara baru kali ini terjadi. Sebelumnya, pulau tersebut tidak masuk dalam peta rawan bencana.
Wulung mengatakan masyarakat di Kabupaten Lembata juga hidup di daerah rawan bencana. Ia menggambarkan masyarakat setempat mirip dengan warga lereng Gunung Merapi.
“Longsor itu kan tinggal tunggu waktu aja sebenarnya melihat eskalasi erupsi yang begitu banyak di sana,” kata Wulang.
Wulang menjelaskan, jika daya tampung suatu wilayah masih baik kawasan tersebut masih sanggup menampung curah hujan. Namun, daya tampung suatu wilayah menjadi tidak memadai karena kerusakan lingkungan.
“Kalau daya tampung tidak baik otomatis meluber ke mana-mana kan,” tuturnya.