UU Omnibus Law Cipta Kerja Disorot Media Asing
Berita Baru, Jakarta — Beberapa media asing ikut serta menyoroti adanya persoalan pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja di Indonesia.
Media Singapura, The Straits Times, dalam laporannya menyampaikan bahwa UU itu sebagai suatu yang kontroversial. Hal itu ditunjukkan dengan adanya gelombang protes dari kelompok buruh.
“Parlemen Indonesia pada hari Senin (5 Oktober) mengesahkan RUU penciptaan lapangan kerja dengan tujuan memacu investasi, tapi, sudah menarik kritik dari serikat pekerja, yang mengancam akan mogok,” begitu laporan The Straits Times, Selasa (6/10).
Selain itu, The Straits Times juga menyoroti pembuatan UU itu di tengah pandemi Coronavirus Disease atau COVID-19 yang semakin meningkat di Indonesia. Media itu memandang melemahnya ekonomi karena pandemi COVID-19 turut mendorong pemerintah mengeluarkan peraturan baru.
Sementara itu, media Amerika Serikat turut membuat laporan tentang UU, di mana pada awalnya direncanakan dibahas 8 Oktober. Dua media itu yakni Bloomberg dan New York Times.
Bloomberg menyebut bahwa UU itu menyederhanakan peraturan ketenagakerjaan dan investasi, tetapi disambut unjuk rasa. Dalam laporannya, Bloomberg mencantumkan kritik dari serikat buruh internasional, selain juga serikat buruh Indonesia yang memang menolak adanya UU tersebut.
“Pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan tidak harus saling eksklusif,” tulis investor dalam surat terbuka, seraya meminta video call dengan pemerintah untuk membahas masalah tersebut,” begitu bunyi dari laporan Bloomberg.
Sedangkan The New York Times sendiri mengabarkan pengamatan yang lebih spesifik mengenai UU setebal lebih dari 900 halaman itu. Fokus utama mereka adalah masalah lingkungan hidup. Mereka “meminjam kalimat” politisi partai Demokrat, Marwan Cik Asan untuk kritik tersebut.
Asan mengatakan “RUU penciptaan lapangan kerja dikatakan memudahkan jalannya kegiatan usaha yang meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja lebih banyak, tapi RUU tersebut penuh dengan berbagai agenda yang berpotensi merusak lingkungan dan melanggar hak-hak masyarakat Indonesia sendiri.”
New York Times juga menyebut bahwa selama beberapa dekade ini, sebagian besar kerusakan hutan hujan Indonesia disebabkan oleh produsen kelapa sawit yang membakar lahan sangat luas demi kepentingan membuka perkebunan.
Sebagaimana diketahui, rapat pengesahan RUU Cipta Kerja dilangsungkan di Gedung DPR dengan setengah anggota dewan hadir sebagai bagian dari penerapan protokol kesehatan, dan yang lain mengikuti rapat secara daring.
Diketahui, ada tujuh fraksi di DPR yang menyetujui pengesahan RUU Ciptaker ini, yakni PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, dan PAN. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang berupaya menolak pengesahan RUU Ciptaker tersebut.
Elemen buruh, aktivis HAM dan lingkungan, dan gerakan prodemokrasi menolak pengesahan RUU Ciptaker, sebab dianggap merugikan pekerja dan berpotensi merusak lingkungan. RUU Ciptaker juga dinilai lebih memihak kepada korporasi, namun DPR dan pemerintah terus melanjutkan pembahasan RUU cilaka itu.