Tantangan Kabinet Prabowo-Gibran dalam Menghadapi Ekonomi Politik
- 22/10/2024
- Subscribe
Berita Baru, Jakarta – INDEF menggelar diskusi publik bertajuk “Ekonomi Politik Kabinet Prabowo Gibran” pada Minggu (20/10/2024). Diskusi ini dihadiri oleh sejumlah ekonom senior seperti Didin S. Damanhuri, Didik J. Rachbini, Fadhil Hasan, Nawir Messi, dan Aviliani. Mereka menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi kabinet ini dalam merealisasikan program-program strategis yang telah disusun.
Fadhil Hasan menyoroti dampak dari struktur kabinet yang disebutnya “super gemuk”. Menurutnya, meskipun Presiden Prabowo berambisi untuk bergerak cepat dalam menjalankan program-programnya, kabinet dengan jumlah menteri yang besar dapat menghambat koordinasi dan efisiensi.
“Risiko dari kabinet super gemuk, dalam 1-2 tahun ke depan, selain soal inefisiensi, maka gerakannya sudah pasti lamban,” ujarnya.
Fadhil juga mengkritisi masalah kewenangan antara kementerian yang berpotensi tumpang tindih, terutama di sektor pangan. Ia mencontohkan kemungkinan benturan kewenangan antara Menteri Koordinator Pangan dan Menteri Koordinator Perekonomian yang sama-sama terlibat dalam isu pangan.
Sementara itu, Prof. Didin S. Damanhuri mengangkat isu tentang pengaruh eksternal yang berperan dalam pembentukan kabinet Prabowo. “Ada pengaruh dari eks presiden Jokowi, kepentingan bisnis, serta lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia,” ungkapnya. Didin juga mempertanyakan apakah kabinet gemuk ini hanya akan bersifat transisional atau mampu menerjemahkan visi Prabowo dalam bentuk kebijakan yang konkret.
Senada dengan itu, Nawir Messi menyebut kabinet ini sebagai “kabinet stabilitas” yang terlalu akomodatif terhadap berbagai kelompok politik. Ia juga menyoroti ketimpangan sosial dan ekonomi yang semakin meningkat, serta dampak pengangguran yang terus tumbuh. “Ketimpangan sosial ekonomi bisa menjadi isu besar jika tidak ditangani dengan tepat,” kata Nawir.
Aviliani, dalam pemaparannya, menilai bahwa kabinet besar ini memiliki sisi positif karena menunjukkan Prabowo sudah selesai dengan dirinya sendiri, namun juga menimbulkan tantangan dalam hal efektivitas kebijakan. “Timbul pertanyaan, siapa yang akan menjadi dirigennya? Dengan struktur seperti ini, sulit rasanya untuk membuahkan kebijakan-kebijakan yang sesuai,” katanya.
Aviliani juga menyoroti program “Makan Bergizi Gratis” yang berpotensi menjadi lahan baru untuk korupsi jika tidak diawasi dengan baik. Ia menyarankan agar pemerintah fokus pada upaya meningkatkan pendapatan kelas menengah dan memperbaiki sektor informal untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Secara keseluruhan, diskusi ini menggarisbawahi bahwa kabinet Prabowo-Gibran dihadapkan pada tantangan besar dalam mewujudkan program-program yang telah dicanangkan, terutama dalam menghadapi ketimpangan sosial, efisiensi birokrasi, dan pengelolaan anggaran negara.