Tak Sesuai Harapan, Ratna Juwita Kecewa dengan Kinerja BRIN
Berita Baru, Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Ratna Juwita Sari kembali meluapkan kekecewaannya tentang kondisi Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) yang jauh dari harapan dan tujuan awal dibentuknya badan tersebut.
Menurutnya, BRIN dilahirkan untuk menyelesaikan segala permasalahan terkait riset maupun teknologi yang selama ini masih belum tuntas. Oleh sebab itu BRIN diharapkan bisa menguatkan seluruh entitas lembaga penelitian dan penerapan.
Sehingga BRIN semakin produktif menghasilkan produk riset sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sebab keberadaan lembaga riset adalah modal besar untuk kemajuan suatu negara. Namun demikian, yang terjadi tidak sesuai harapan.
“Setelah BRIN lahir banyak program. Ada barista, ada startup ada dan lain-lain Tapi bapak harus ingat, kalau 2021 itu, saya laporkan juga ketua, startup yang 30 persen itu belum cair sampai sekarang,” kata Ratna dalam rapat dengar pendapat dengan BRIN, di Senayan Jakarta, Senin (30/1)
“Nah itu pertanggungjawaban kita kepada UMKM yang uda terlanjur mengadakan barang uda terlanjur membayar sewa, dan lain-lain ini mau dikemanakan? Mereka cuma dikasih gula-gula, ayo sekarang mau cair, tolong kwitansinya diperbaharui sesuai tanggal ini, mereka beli materai sampai habis satu juta setengah, dua juta setengah, dengan harapan itu bisa cair, ternyata gak juga pak? 2021, 2022, ini uda tahun 2023,” sambungnya.
Selanjutnya, Ratna juga menyoroti terkait program barista BRIN. Baginya, sistem pendaftaran online yang tidak bisa dinego tidak ramah, khususnya bagi masyarakat yang berada di wilayah dengan pembangunan teknologi belum ada.
“Teman-teman kami yang ada di luar pulau nangis, pak. Konstituen mereka gak bisa mengakses. Boro-boro internet, listrik aja byarpet lo,” tegasnya.
Ratna menyebut, sebelumnya ia pernah menyampaikan kepada BRIN agar akses untuk program barista ini dipermudah sehingga gampang diakses. “Ternyata bukan aksesnya yang dipermudah, tapi bentuknya yang dirubah, pusing lagi kami,” ujarnya.
Menurut Ratna, sepantasnya BRIN mampu membuat program yang mudah diakses. “Susahnya dimana? Yang inklusif pak, yang dari Sabang sampai Merauke semuanya bisa dapet. Dalam rangka memeratakan pendidikan kita sesuai keinginan dari awal pembentukan BRIN,” tegasnya.