Skema Insentif Fiskal Berbasis Ekologi Dinilai Efektif Menunjang Pembangunan Hijau di Desa
Berita Baru, Jakarta – Skema insentif fiskal berbasis ekologi baik Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE), Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), atau pun lainnya dinilai efektif mendorong pembangunan hijau di desa-desa yang sudah mendapatkan alokasi dananya.
Hal ini disampaikan oleh berbagai pihak dalam Webinar Cerita Baik dari Praktek Penerapan TAPE dan TAKE di Indonesia yang diselenggarakan oleh The Asia Foundation (TAF) bekerja sama dengan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau yang merupakan bagian dari rangkaian Festival Inovasi Ecological Fiscal Transfer (EFT), Kamis (14/10).
Antara lain Siti Aisyah BAPPEDA Litbang Kabupaten Tana Tidung, Nasya Nugrik Penghulu Kampung Dayun Kabupatem Siak, Oscar Giay Kepala Kampung Imsar Kabupaten Jayapura, Arifin Noor Azis Kepala Desa Sumber Agung Kabupaten Kubu Raya, dan Didik Herkunadi Kepala Desa Wonocoyo Kabupaten Trenggalek.
Didik Herkunadi misalnya, melalui Sekretaris Desanya, menyampaikan bahwa Desa Wonocoyo Trenggalek sangat dibutuhkan untuk perbaikan lingkungan.
“Malah, jika bisa harus ditambah. Perannya bisa sangat bermanfaat,” kata Didik dalam Webinar yang dipandu oleh Sarah Monica ini.
Didik menceritakan apa saja tantangan yang ia hadapi sekaligus langkah apa yang sudah dilakukan.
Di Wonocoyo, kendala utama yang ia hadapi adalah bagaimana masyarakat di desanya kesulitan untuk meletakkan alam sebagaimana mestinya.
Banyak perusakan hutan, pembuangan sampah sembarangan, penangkapan ikan secara serampangan dan bahkah yang meresahkan adalah penangkapan penyu.
“Jadi, penyu-penyu itu ditangkap, diambil telurnya, dan dimakan dagingnya, padahal kan penyu hewan yang dilindungi,” ungkapnya.
Untuk menyikapi hal-hal tersebut, Didik sudah mencanangkan beberapa strategi, seperti Peraturan Desa (Perdes) untuk melindungi lingkungan hidup dan penganggaran untuk mendorong tercapainya Perdes.
Hal senada diungkap oleh Siti Aisyah. Ia mengakui bahwa dana TAKE harus ditambah untuk tahun depan.
Alasannya tidak berbeda jauh dengan Didik, yakni desa-desa membutuhkan dana tersebut untuk menyokong pembangunan desa berbasis lingkungan hidup.
Sebagai upaya agar harapan Aisyah tersebut bisa terwujud, ia dan segenap jajarannya berkomitmen untuk bekerja sesuai regulasi yang telah ditetapkan.
“Kami akan melakukan itu. Karena memang begitulah aturannya,” kata Aisyah dalam Webinar yang penyelenggaraannya didukung oleh Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), Indonesia Budger Center, The Reform Initiatives (TRI), Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), dan Beritabaru.co sebagai media partner ini.
Selain itu, Aisyah juga akan selalu siap mendukung Organisasi Perangkat Desa (OPD) terkait apa pun yang berhubungan dengan skema TAKE/TAPE.
“Soal proposal misalnya, kami siap membantu,” ujarnya.
Sementara itu, Arifin Noor Aziz Kepala Desa Sumber Agung Kabupaten Kubu Raya berbagi kisah tentang pengalaman desa Sumber Agung dalam mengelola sumber daya alam.
Jauh sebelum ada skema TAKE/TAPE, aku Arifin, Desa Sumber Agung sudah memiliki konsep serupa, yakni pembangunan masyarakat yang terporos pada pemanfaatan alam.
Skema tersebut murni ditopang oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan berbagai usaha yang sudah dikelolah oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
“Kami menyebut ini sebagai sistem ekonomi terintegrasi,” kata Arifin dalam Webinar yang mengusung tema Webinar Cerita Baik dari Praktik Take dan Tape di Indonesia: Penggunaan Dana Insentif Fiskal Berbasis Ekologi dan Dampaknya bagi Agenda Perlindungan Lingkungan ini.
Berbagi pembelajaran
Sebagaimana ditegaskan oleh Hana A. Satriyo Deputy Country Representative for TAF in Indonesia, Webinar ini memang diselenggarakan sebagai wadah untuk berbagi cerita baik.
Cerita yang sudah dialami oleh masing-masing narasumber sebagai praktisi di lapangan dalam kaitannya dengan pembangunan desa berbasis ekologi sekaligus tata kelola fiskalnya.
“Pembelajaran penting disampaikan untuk mendorong keberpihakan kita pada program dan pendanaan yang berkelanjutan untuk Lingkungan Hidup,” kata Hana.
Selain itu, dalam diskusi yang dihadiri pula oleh Joko Tri Haryanto Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu RI, Myrna Safitri Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) RI, Sartika Dewi Pendamping TAPE/TAKE, dan Alam Surya PutraDeputy Director Environment Governance TAF ini Hana menyampaikan harapanya agar kelompok perempuan dilibatkan.
Ketika perempuan dilibatkan, tegas Hana, perbaikan pasti terjadi. Mereka tidak saja melakukan itu untuk pribadi, tetapi untuk kesejahteraan dan keberlanjutan yang lebih baik untuk masyarakat.
“Pemihakan perlu dilakukan!” tutupnya.