RUU Cipta Kerja, PSHK: Awal Langkah Penuh Masalah
Berita Baru, Jakarta – Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan kerja diserahkan pemerintah secara resmi kepada DPR pada Rabu (13/2).
Namun, penyebaran draft naskah akademik RUU tersebut yang seharusnya dapat diakses dengan mudah oleh seluruh elemen masyarakat tidak dilakukan oleh pemerintah.
Menanggapi hal ini Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) dalam keterangan pers yang diterima Beritabaru.co mengatakan bahwa hal tersebut melanggar salah satu prinsip pembentukan perundang-undangan.
“Dalam Pasal 5 huruf g UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu asas keterbukaan. Terkait asas itu, Pasal 170 Perpres 87/2014 tentang Peraturan Pelaksana UU 12/2011 mengharuskan pemerintah dan DPR menyebarluaskan RUU sejak tahap penyusunan,” ujarnya.
PSHK menilai tidak tersedianya akses RUU Cipta Kerja menjadikan ruang partisipasi publik tertutup. Padahal menurutnya, partisipasi masyarakat merupakan hak yang dijamin oleh undang-undang.
Menurut PSHK , kesan ketidak terbukaan tersebut mengakibatkan gelombang penolakan besar-besaran di berbagai kelompok masyarakat.
“Narasi publik yang disampaikan pemerintah dengan meminta aparat penegak hukum dan intelijen untuk melakukan pendekatan pada organisasi yang kritis pada RUU Cipta Kerja mengurangi kualitas diskusi yang terjadi di masyarakat,” ungkapnya.
Di sisi lain, DPR tidak menjalankan perannya sebagai penyeimbang kekuasan. Adanya gelombang penolakan publik tidak membuat DPR kritis terhadap pemerintah. Sebaliknya, sejumlah Anggota DPR justru mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang terkesan memberikan karpet merah kepada pemerintah bahwa mereka akan segera mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU.
Oleh karena itu, PSHK mendesak DPR dan Presiden untuk segera mempublikasukan draf RUU Cipta Kerja, baik melalui media online, media cetak, maupun forum dialong langsung sesuai dengan ketentuan Pasal 171 Pepres 87/2014.
Selain itu, PSHK juga memndorong DPR dan Presiden haru memastikan peraturan pelaksana implementasi RUU Cipta Kerja tidak menambah parah kerumitan regulasi yang selama ini terjadi.
“DPR harus menjalankan perannya sebagai lembaga legislatif sekaligus penyeimbang kekuasaan sesuai mekanisme check and balances terhadap Presiden, serta menyuarakan kepentingan publik yang kritis terhadap RUU Cipta Kerja,” pungkasnya.