Review Film “Mulan”: Melampaui Versi Animasi, Tapi…
Berita Baru, Film – Akhirnya, live-action dari sinema Disney yang paling ditunggu-tunggu penggemar pun muncul juga! Yap, film “Mulan” merupakan re-make dari film animasi Disney berjudul sama yang tayang di tahun 1998. Kini, versi live action-nya dirilis pada 4 September lalu melalui platform Disney+ Hotstar.
Film yang dibintangi oleh Liu Yifei, Gong Li, Jet Li, Donnie Yen, dan Tzi Ma ini dijadwalkan tayang lebih dulu, namun akibat pandemi film ini pun ditunda perilisannya.
Hm, kalau bukan karena pandemi sih, mungkin kita sudah berbaris di bioskop dan menyaksikannya bareng teman-teman, ya?
Hiks, jadi kangen bioskop.
Cerita Menyerupai Versi Animasi, Hanya Saja…
Sebagaimana versi animasinya, Kaisar Tiongkok mengumumkan dekrit berisi kewajiban bagi satu pria mewakili satu keluarga untuk bergabung menjadi tentara kekaisaran dan memperjuangkan pertahanan negara dari serbuan Bangsa Hun.
Problemnya adalah, dalam keluarga Hua Mulan (Liu Yifei), semuanya adalah perempuan kecuali sang ayah. Hanya ayahnya, Hua Zhou (Tzi Ma), yang dapat mewakili keluarga sesuai dengan persayaratan dekrit tersebut. Namun sayangnya, Hua Zhou yang seorag veteran itu tidak dapat turut berperag karena sakit pada kakinya yang menyebabkan ia tidak dapat berjalan dengan lancar bahkan membutuhkan bantuan tongkat untuk menopang tubuhnya.
Hal itu membuat Mulan memberanikan diri menggantikan tugas sang Ayah. Sementara kita tahu, pada masa kecilnya, Mulan yang banyak tingkah selalu diajarkan untuk tenang dan bersikap anggun sebagaimana wanita diharuskan bersikap oleh tuntutan sosial.
Namun Mulan yang gesit itu justru menyelamatkan keluarganya dengan mendaftar sebagai tentara perang secara diam-diam. Dia pun menyamarkan penampilannya menyerupai laki-laki agar tak dicurigai.
Berhasilkah ia bertarung mempertahankan negaranya?
Perbedaan-perbedaan Kecil, tapi Besar
Penggambaran desa nan indah dengan busana-busana khas Tiongkok barangkali bakal memanjakan mata. Cerita yang disajikan pun sebenarnya inspiratif; bahwa perempuan mampu tampil dan berdaya.
Namun, ada beberapa hal yang mungkin tak masalah, tapi juga terasa aneh.
Misalnya, unsur komedi dalam film ini yang hampir tidak ada, berbeda dengan versi animasinya. Terasa lebih mencekam dan gelap, pun jika ada humor yang terlontar itu masih tak seberapa. Pada film terdahulunya, kita masih bisa menikmati film dengan ringan dan sesekali tertawa lepas. Namun dalam versi ini, tidak.
Selain humor, elemen lain yang ditiadakan adalah tokoh Naga dan lagu-lagu yang kita kenal pada versi animasi.
Kemudian, beberapa efek CGI yang ditampilkan juga tidak optimal sehingga terkesan janggal. Hal-hal itu, meski kecil, namun membuat greget “Mulan” jadi sedikit hilang.
Terlepas dari itu, sutradara Niki Caro tetap berhasil menampilkan kisah keluarga dan perjuangan kepahlawanan yang menginspirasi. Terlebih, kisah ini mengangkat isu dimana perempuan sebenarnya mampu melakukan apa yang laki-laki lakukan.
Kontroversi “Mulan”
Yap, sebelum benar-benar dirilis, terdapat beberapa kontroversi terkait film “Mulan.” Pertama, seperti sudah dibahas: dihilangkannya elemen-elemen yang ada dalam versi animasi. Hal ini sempat bikin penggemar geger dan kecewa.
Kedua, Disney sempat mendapat kecaman dari public karena melakukan proses syuting film tersebut di wilayah-wilayah di China yang disinyalir merupakan lokasi terjadinya pelanggaran hak asasi manusia berat. Kritik ini muncul karena adanya ucapan terima kasih terhadap badan keamanan di Provinsi Xinjiang. Kabarnya di wilayah itu, terdapat sejuta orang ditahan dna mayoritasnya adalah umat Muslim Uighur.
Ketiga, tagar #BoycottMulan sempat trending di media sosial. Ini karena, pemain utama “Mulan” yakni Liu Yifei mengungkapkan dukungannya kepada kepolisian Hong Kong yang melakukan represi terhadap pengunjuk rasa.
Hong Kong sedang ramai dengan aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh kelompok pro-demokrasi. Dalam aksinya itu, mereka kerap menerima perlakuan kekerasan dari aparat setempat.