Ramadan ke-11: dari #TanggaRuhani al-Haya’ hingga al-Khuluq
Berita Baru, Ramadan — Utas sufi Oman Fathurahman pada ramadan ke-11 sampai pada #TanggaRuhani ke-34 al-Haya’ (malu), yaitu perasaan mengagungkan yang diiringi dengan cinta.
Menurut Oman, al-Haya’ disebabkan oleh adanya kesadaran dalam diri bahwa setiap tindakan kita diawasi oleh Tuhan, sehingga saat kita menemukan, betapa kita kurang bersyukur, padahal sudah merengkuh beragam nikmat, maka di situlah kita akan malu.
“Malu ini adalah tanda bahwa hati kita lunak, mau menerima masukan dan juga kebenaran. Jika sebaliknya, kita tidak punya malu, maka di sinilah hati kita keras,” kata Oman melalui pernyataan tertulis pada Jumat (23/4).
Jika al-Haya’ berhubungan dengan hati yang lunak, maka berikutnya #TanggaRuhani ke-35 al-Sidq (jujur) berkelindan dengan hati yang tenang. Oman memahami al-Sidq sebagai lawan dari dusta. Dusta berakibat pada kegelisahan, sedangkan jujur pada ketenangan.
Secara istilah, al-Sidq bisa kita pahami sebagai adanya keselarasan antara perkataan dan perbuatan. Kejujuran kita bergantung pada sejauh mana apa yang kita ucapkan seirama dengan apa yang kita lakukan. Oleh sebab itu, jujur adalah kunci, poros kebenaran, kata Oman.
Untuk konteks sekarang barangkali mereka yang jujur akan terpinggirkan, namun sekali-kali ia tidak akan terkalahkan. Senjata pamungkas Abu Bakar, sahabat Nabi, dalam menjalani peran hidupnya, tidak lain adalah kejujuran, alhasil ia digelari al-Siddiq.
Masih di hari yang sama, Oman pun mengulas dua #TanggaRuhani lainnya, yaitu yang ke-36 al-Itsar (mengkhususkan) dan ke-37 al-Khuluq (akhlak).
Pertama merujuk pada kebiasaan untuk mendahulukan orang lain ketimbang diri sendiri. Ini berhubungan dengan kedermawanan dengan kekikiran (al-Syuhh) sebagai sikap kebalikannya.
“Apa yang dilakukan sahabat Anshar dulu pada sahabat Muhajirin adalah bentuk konkret dari sikap al-Itsar ini,” tandas Oman.
Adapun kedua lebih pada keberanian untuk membuat nyaman makhluk lain. Berakhlak berarti membuat orang lain, hewan, tumbuhan, dan sebagainya nyaman plus aman dengan kehadiran kita.
Kenyataan bahwa semua makhluk adalah sama-sama ciptaan Tuhan merupakan alasan mengapa demikian. Pada anjing sekalipun, kita harus bersikap al-Khuluq. Kita perlu menebar keamanan, kenyamanan, dan cinta padanya.
“Yang memberi, pasti akan menerima,” pungkas Oman.