Petani Sao Tome China Raih Hasil Panen Meningkat Berkat Dukungan Pakar Pertanian China
Berita Baru, China – Menjelang musim hujan pada Oktober, Jamaika Martins (32) sibuk bekerja di ladang kecil miliknya untuk memanen Bok Choy China untuk pertama kalinya. Tak jauh dari sana, sekelompok ahli pertanian China, yang membantu pertanian Sao Tome dan Principe, merasa sangat puas dengan buah kerja keras mereka. Mereka menjadi pembeli pertama hasil pertanian yang ditanam Jamaika.
Berbeda dengan sayuran sama yang ditanam di China, hasil panen Jamaika, dengan kondisi iklim setempat, tumbuh dengan daun yang panjang dan bentuk yang ramping. Meski tampilannya berbeda, hasil panen Bok Choynya melebihi sayuran hijau lainnya yang lazim dibudidayakan oleh petani lokal.
Dilansir dari laman Xinhua News pada Jum’at (18/10/2024), Bok Choy China adalah salah satu dari beberapa varietas sayuran yang diperkenalkan oleh tim ahli pertanian China, yang telah melakukan uji coba lapangan untuk mendiversifikasi pilihan tanaman di Sao Tome. Setelah pengujian selama beberapa bulan, mereka mengidentifikasi 14 varietas sayuran dengan hasil panen tinggi, terutama terung dan cabai, untuk membantu mengatasi terbatasnya pilihan makanan dan tingginya harga sayuran di negara kepulauan tersebut.
Sao Tome dan Principe, sebuah negara kepulauan di Teluk Guinea di lepas pantai barat Afrika, termasuk dalam daftar negara paling tertinggal versi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada abad ke-19, tanah vulkanis dan iklim tropis di pulau tersebut memikat pemerintah kolonial Portugal saat itu dan para pemilik perkebunan untuk memperkenalkan kakao dari Brasil. Pada awal abad ke-20, kepulauan ini menjadi penghasil kakao terbesar di dunia, meski kemakmuran ekonomi itu dibangun di atas penderitaan masyarakat setempat. Karena besarnya industri kakao, hanya sedikit sumber daya yang digunakan untuk menanam tanaman pangan dan sayuran di kepulauan ini.
Dampak struktur ekonomi kolonial semacam itu masih dirasakan hingga saat ini. Lebih dari setengah pangan di Sao Tome dan Principe kini diimpor, dan lebih dari separuh populasinya berjuang dalam menghadapi kerawanan pangan tingkat sedang hingga parah, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization) PBB.
Bagi Jamaika dan keluarganya, bertani merupakan sebuah tantangan sekaligus kebutuhan. Lahan kecil mereka, seluas kurang dari satu ekar (0,4 hektare), berlokasi di lereng bukit di Desa Nova Moca. Tanah ini merupakan hasil kerja keras yang melelahkan, mengingat lahan itu merupakan tanah yang paling landai di area tersebut.
Jamaika memanfaatkan secara maksimal bidang lahan berukuran sangat kecil tersebut. Separuh lahannya ditanami paprika, tanaman bernilai tinggi yang dapat dijual seharga 10 dolar AS (1 dolar AS = Rp15.516) per kilogram, menjadikannya salah satu sayuran paling mahal di pasar setempat.
“Para pakar China mengajarkan saya cara menyempurnakan pembudidayaan benih paprika, yang meningkatkan hasil panen saya hampir dua kali lipat,” tutur Jamaika. “Mereka menunjukkan kepada saya cara membuat kompos menggunakan gulma, yang menyuburkan tanah dan mengurangi kebutuhan pupuk saya.”
Lewat panduan tim China tersebut, Jamaika juga mulai menanam zukini, tanaman bernilai tinggi lainnya yang diperkenalkan oleh pakar China tersebut. Harga zukini di pasar lokal bersaing dengan harga paprika. Pendapatan dari penjualan zukini telah membantu memperbaiki kondisi keuangan keluarganya.
Peng Jie, salah satu pakar China yang ahli dalam bidang pembudidayaan sayuran, telah menjalin kerja sama erat dengan para petani seperti Jamaika sejak tiba di Sao Tome pada Agustus 2023. “Tujuan kami adalah untuk memanfaatkan sumber daya setempat dan memperkenalkan teknik bertani yang lebih baik guna membantu para petani meningkatkan hasil panen dan pendapatan (mereka),” ujar Peng.
Bersama rekan-rekannya, Peng telah melakukan sejumlah uji coba pertanian, mendirikan ladang percontohan, dan mengajarkan para petani soal metode pembudidayaan yang baru dan berkelanjutan.
Dalam tujuh tahun terakhir, empat tim pakar asal China, yang ahli dalam berbagai bidang mulai dari pembudidayaan sayuran hingga peternakan dan pengolahan makanan, telah mengerjakan proyek ini. Hasil yang dicapai pun sangat mengesankan.
Tim China tersebut telah mendirikan basis percontohan peternakan dan kedokteran hewan, area pembudidayaan tanaman dengan hasil panen yang tinggi, dan pusat pembiakan unggas. Dua desa, termasuk Nova Moca, menjadi lokasi model pengentasan kemiskinan. Ini menunjukkan manfaat yang dibawa oleh teknik pertanian modern bagi komunitas pedesaan.
Dikatakan Duan Zhenhua, ketua tim pertanian keempat, platform-platform tersebut memungkinkan pengadopsian teknologi praktis secara meluas. Hasilnya, para petani seperti Jamaika mencatatkan peningkatan pendapatan.
“Pengembangan pertanian di Sao Tome dan Principe dimulai dengan melatih warga untuk menggarap lahan secara efektif. Para petani harus dibekali dengan wawasan yang memadai. Pelatihan sangat penting dalam hal ini,” tutur Menteri Pertanian, Perikanan, dan Pembangunan Pedesaan Sao Tome dan Principe Abel da Silva Bom Jesus.
“Faktor utama lainnya adalah ketersediaan input pertanian, seperti benih, pupuk, dan teknik-teknik baru untuk memerangi hama dan penyakit. Hal-hal tersebut merupakan isu yang paling mendesak bagi kami karena, kendati kami memiliki lahan dan air, kami memerlukan teknologi modern untuk memasuki era baru bagi pertanian kami,” imbuh Jesus.
Jesus, yang telah beberapa kali melakukan perjalanan ke China, sangat terkesan dengan modernisasi pertanian China.
“Pelatihan yang telah diberikan akan meningkatkan keterampilan para petani kami dan menggenjot produksi. Saat ini, pertanian merupakan sebuah ilmu, dan tanpa pengetahuan ilmiah, kami berisiko melakukan praktik berbahaya yang merusak tanah dan membuang-buang waktu. Dengan pelatihan yang memadai, para petani akan mampu memproduksi hasil panen yang berkualitas lebih tinggi sekaligus melestarikan lingkungan,” tutur menteri tersebut.
“China merupakan mitra utama untuk membantu kami mencapai level pengembangan pertanian yang kami cita-citakan,” imbuhnya.