Permintaan Global Minyak Sawit Memicu Kebakaran di Indonesia
Berita Baru, Jakarta – Asap yang berhembus dari kebakaran di hutan tropis Indonesia tersebar membentuk kumpulan sayap yang cukup besar untuk menutup langit Malaysia dan Singapura — hal ini merupakan sebuah pengingat akan tidak terkontrolnya rantai pasokan minyak sawit global.
Sementara kebakaran dahsyat yang membakar sebagian besar hutan hujan Amazon disebabkan oleh akan digunakannya lahan untuk peternakan sapi guna memberi makan pasokan daging sapi global, para pejabat berwenang mengatakan bahwa 80% dari kebakaran di Indonesia dilakukan untuk membuka lahan guna perkebunan kelapa sawit.
Minyak sawit ditemukan dalam sejumlah besar produk yang memenuhi rak-rak toko bahan makanan: mulai dari susu formula bayi hingga keripik dan pasta gigi. Sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, sebagian besar pasokan minyak kelapa sawit global berasal dari Indonesia. Negara ini memasok 56% minyak sawit dunia tahun lalu.
Hutan tropis Indonesia adalah beberapa yang paling penting di dunia, namun terus digunduli dan dibakar oleh produsen kelapa sawit. Hutan tropis Indonesia adalah harta karun keanekaragaman hayati yang menampung 10% spesies reptil, burung, mamalia, dan ikan di dunia. Sama seperti hutan hujan Amazon, mereka juga menyimpan sejumlah besar karbon di tanah dan pohon mereka.
Ketika hutan ditebangi untuk membuat perkebunan kelapa sawit, karbon yang tersimpan dilepaskan ke atmosfer, hal ini berkontribusi terhadap perubahan iklim. Kelapa sawit yang ditanam pengembang di ‘bumi hangus’ juga gagal mendukung fungsi ekosistem seperti yang dilakukan oleh hutan asli. Spesies yang hidup di hutan — yang ikonik seperti orangutan Borneo dan Sumatra mati, iklim setempat dilucuti oleh flora penahan kelembapannya, mengering, dan tanah menjadi tidak mengandung unsur hara.
“Dengan kata lain, perkebunan kelapa sawit membuat ‘gurun’ dari surga”.
Hutan dibakar secara sengaja oleh produsen minyak kelapa sawit setiap tahunnya, tetapi kebakaran tahun ini sangat merusak karena kondisi iklim yang lebih kering menyebabkan kebakaran menjadi tidak terkendali. Antara tahun 2001 dan 2018, Indonesia kehilangan 16% tutupan pohonnya, atau hampir 26 juta hektar hutan, menurut database yang disimpan oleh Global Forest Watch. Hilangnya hutan-hutan itu melepaskan setara dengan sekitar 10,5 gigaton emisi karbon dioksida.
Dari tahun 2008 hingga 2010, perkebunan kelapa sawit bertanggung jawab atas semua deforestasi hutan Indonesia yang hampir menyentuh angka 60%. Menurut penelitian Duke University, saat ini angka itu mendekati 25%. Tetapi itu bukan karena laju deforestasi secara keseluruhan telah menurun, melainkan karena faktor-faktor seperti kekeringan lah yang memainkan peran paling besar.
Perusahaan besar termasuk Nestle, Mars, PepsiCo, dan Unilever telah berkomitmen untuk membeli minyak kelapa sawit dari perusahaan yang tidak berpartisipasi dalam deforestasi hutan. Tetapi pengawasan terbukti kurang. Sebuah laporan Greenpeace tahun lalu menemukan bahwa distributor minyak sawit yang dibeli oleh perusahaan-perusahaan itu, pada kenyataannya terkait dengan pembukaan lahan di hutan Indonesia, sebuah bukti video telah dirilis untuk membuktikannya.
Pemerintah Indonesia berjanji untuk mengajukan tuntutan pidana terhadap perusahaan kelapa sawit yang membakar hutan dalam beberapa pekan terakhir, dan para pejabat yang berwenang mengatakan bahwa mereka telah menangkap hampir 200 orang yang terkait dengan kebakaran. Audit yang dilakukan pemerintah terhadap perkebunan baru-baru ini, menemukan bahwa lebih dari 80% perkebunan kelapa sawit di negara tersebut tidak mematuhi peraturan. Audit ini dilakukan setelah terjadinya kebakaran yang sangat buruk pada tahun 2015, yang menyebabkan ratusan ribu orang sakit dan terjadinya penutupan bandara.
Namun pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk tetap melindungi industri kelapa sawitnya: Bulan lalu, pemerintah melarang produk-produk di toko bahan makanan berlabel “bebas minyak kelapa sawit,” lapor Mongabay. Minyak kelapa sawit juga digunakan dalam biofuel; ketika Komisi Eropa mengesahkan langkah pada bulan Maret untuk melarang biofuel berbasis minyak kelapa sawit pada tahun 2030, Indonesia mengancam untuk menarik diri dari perjanjian iklim Paris sebagai protes. Bersama dengan Malaysia, produsen minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia, ia juga mengadopsi langkah-langkah pembalasan perdagangan terhadap UE. Presiden Indonesia mengatakan dia berharap untuk meminta bahan bakar diesel di negaranya menjadi 100% minyak sawit di masa depan.
Sementara itu ekspor minyak sawit dari Indonesia, melonjak musim panas ini, sebagian besar didorong oleh permintaan dari Cina; karena penyakit flu babi Afrika menghancurkan industri babi Cina, telah menyebabkan permintaan kedelai untuk pakan ternak berkurang. Hal ini telah menyebabkan berkurangnya produksi minyak kedelai negara itu — dan berakibat pada meningkatnya permintaan minyak kelapa sawit dari Indonesia sebagai alternatif. Impor minyak sawit Cina dari Indonesia meningkat lebih dari 50% pada bulan Juni.
Kisah ini adalah bagian dari Covering Climate Now, yang merupakan kolaborasi global lebih dari 250 outlet berita untuk membuat liputan kisah mengenai iklim.