Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

ICW
Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) KPK Muhammad Yusuf Ateh (keempat kanan) didampingi anggotanya. (Foto: FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS)

PBHI: Singkirkan Kuda Troya di Internal KKP



Berita Baru, Jakarta – Seleksi calon pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 menuai kritik tajam dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI). Kritik ini muncul lantaran peserta yang berasal dari internal KPK dianggap bermasalah. PBHI mencatat adanya sejumlah fakta yang menunjukkan upaya pelemahan KPK, yang diduga dimulai sejak periode kedua Presiden Jokowi.

Pertama, PBHI menuding Presiden Jokowi dan DPR RI secara terang-terangan berupaya melemahkan KPK melalui tiga langkah nyata. “Revisi Undang-Undang KPK yang mengebiri lembaga tersebut, penunjukan komisioner KPK yang korup dan tidak kompeten, serta pemecatan pegawai dan penyidik berintegritas adalah beberapa langkah yang dilakukan,” demikian pernyataan PBHI dikutip Senin (9/9/2024).

Dampak dari upaya ini, menurut PBHI, adalah munculnya berbagai kasus korupsi di internal KPK sendiri, mulai dari pimpinan, Dewan Pengawas, hingga penyidik. Nama-nama seperti Firli Bahuri dan Stephanus Robbin seringkali terseret dalam kasus pelanggaran etik.

Kedua, PBHI juga menuding Presiden Jokowi menjadikan KPK sebagai alat politik untuk mengancam oposisi, sementara kasus-kasus yang melibatkan anggota keluarganya tidak tersentuh. “Kasus Bansos yang menyeret Gibran, kasus Blok Medan yang melibatkan Bobby Nasution, serta skandal pesawat jet yang mengaitkan Kaesang dan istrinya, semuanya tenggelam tanpa ada tindak lanjut,” lanjut PBHI.

Ketiga, PBHI mengkritik penggunaan “boneka” dari internal KPK, seperti Nurul Ghufron, yang dianggap berperan dalam mengubah Undang-Undang KPK melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi. “Putusan MK No. 90 terkait pengalaman adalah salah satu contoh bagaimana Ghufron memanipulasi aturan untuk kepentingan tertentu,” kata PBHI.

Kapasitas dan integritas pimpinan KPK saat ini dianggap bermasalah, sehingga PBHI menilai bahwa KPK sudah tidak lagi mampu menjalankan fungsi pemberantasan korupsi. Menurut PBHI, kondisi korupsi yang semakin merajalela di Indonesia kini telah mencapai tingkat korupsi yang dilegalkan negara (state-legalized corruption).

Terakhir, PBHI mendesak Panitia Seleksi (Pansel) KPK untuk mencoret setidaknya dua komisioner dan satu deputi yang sedang menghadapi masalah hukum. “Pansel KPK harus bertindak tegas untuk memastikan bahwa calon pimpinan KPK bebas dari perilaku buruk dan korupsi,” tegas PBHI.