Pakar UGM Sebut Alih Fungsi Lahan Penyebab Banjir Bandang Menerjang Kota Batu Malang
Berita Baru, Jakarta – Banjir Bandang yang menerjang Kota Batu, Malang, Jawa Timur mendapat perhatian khusus dari berbagai pegiat lingkungan hidup, salah satunya datang dari pakar Kebencanaan UGM, Prof. Suratman.
Menurut Prof. Suratman, penyebab banjir bandang yang melanda Kota Batu menunjukkan adanya gangguan ekosistem di wilayah tersebut.
“Banjir ini sebagai peringatan ekosistem yang terganggu oleh manusia,” kata Prof. Suratman. Analisis tersebut ia sampaikan dalam laman UGM (5/11).
Prof. Suratman mengungkap, salah satu gangguan ekosistem itu diakibatkan adanya alih fungsi lahan oleh manusia sehingga menjadi pemicu terjadinya bencana banjir.
“Banjir terjadi karena adanya desakan penggunaan lahan untuk pertanian maupun pemukiman,” ujarnya.
Suratman menilai, pengaruh tekanan penduduk dalam penggunaan lahan tidak lagi sesuai dengan daya dukung lingkungan dan kemampuan lahan.
“Perlu dilihat kalau sebagai daerah resapan air, kawasan lindung semestinya banyak pohon-pohonnya. Jadi, harus mengendalikan keterbukaan lahan dan ada konservasi,” paparnya.
Selain itu, Prof. Suratman juga menjelaskan hasil analisnya dari sisi sistem tanah. “Kawasan Kota Batu memiliki lanskap yang juga rentan terjadi banjir. Banyak wilayahnya berupa lereng-lereng dan perbukitan,” terangnya.
“Selain itu, banyak kawasan dengan kemiringan di atas 40 derajat dengan ketebalan tanah yang cukup tebal. Beberapa kondisi tersebut menjadi pemicu terjadinya banjir,” imbuh Prof. Suratman.
Lebih lanjut Suratman mengungkapkan kondisi Kota Malang memiliki suhu yang dingin dan lembab. Hal itu menjadikan pelapukan massa batuan tanah aktif sehingga saat hujan deras mengakibatkan banjir yang membawa material-material seperti lumpur dan sampah.
“Dari material vulkanik suburnya luar biasa. Secara ekonomi ini menggiurkan, tetapi secara risiko bencana mengkhawatirkan,” terangnya.
Suratman menambahkan dengan adanya isu perubahan iklim, Indonesia patut wasapada. Persoalan hujan ekstrem dan pengaruh daerah pegunungan dengan elevasi tinggi serta memiliki curah hujan lebih dari 3.000 milimeter per tahun patut menjadi perhatian bersama.
Indonesia, lanjutnya, dengan banyak gunung vulkanik dan tingginya proses alih fungsi lahan perlu menjadi hal yang harus diwaspadai. “Ini jadi peringatan terutama di Pulau Jawa, harus waspada karena banyak wilayah yang memiliki kondisi serupa dengan Batu sehingga rentan banjir,” katanya.