Organisasi Masyarakat Sipil Tolak Pangkat Jenderal Kehormatan Prabowo
Berita Baru, Jakarta – Puluhan organisasi masyarakat sipil menyatakan penolakan terhadap kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan pangkat jenderal kehormatan bintang empat kepada Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto.
Mereka ini menilai langkah tersebut sebagai transaksi politik dan upaya untuk menghapus keterlibatan Prabowo dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu.
“Atas keputusan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil mengecam pemberian kenaikan pangkat kehormatan Jenderal (HOR) bintang empat untuk Prabowo Subianto. Hal ini tidak hanya tidak tepat, tetapi juga melukai perasaan korban dan mengkhianati Reformasi 1998,” ungkap koalisi dalam keterangan tertulis.
Koalisi tersebut mengusulkan lima langkah, termasuk pembatalan pemberian pangkat kehormatan terhadap Prabowo, penyelidikan serius oleh Komnas HAM terkait kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan Prabowo, dan penuntutan terhadap kasus tersebut oleh Kejaksaan Agung.
“Pemerintah, dalam hal ini Presiden beserta jajarannya, menjalankan rekomendasi DPR RI tahun 2009 yakni untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc, mencari 13 orang korban yang masih hilang, merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang, dan meratifikasi Konvensi Antipenghilangan Paksa,” tegas koalisi.
Presiden Joko Widodo membantah adanya transaksi politik terkait pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo. Ia menyatakan bahwa keputusan tersebut merupakan usulan dari Panglima TNI melalui proses yang tidak tiba-tiba.
Organisasi masyarakat sipil yang menolak berjumlah 22 organisasi. Mereka adalah Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), IMPARSIAL, IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia), Asia Justice and Rights (AJAR), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).
Lalu ELSAM, HRWG, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesian(PBHI), Centra Initiative, Lokataru Foundation, Amnesty International Indonesia, Public Virtue, SETARA Institute, dan Migrant CARE. The Institute for Ecosoc Rights, Greenpeace Indonesia, Public Interest Lawyer Network (Pil-NET Indonesia), KontraS Surabaya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Banten (LBH Keadilan), Lembaga Pengembangan Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (LPSHAM), dan Federasi KontraS.