Mantan Napi Korupsi Akan Dilarang Ikut Pilkada, Begini Tanggapan Denny Indrayana
Berita Baru, Jakarta – Dalam sepekan terakhir, wacana pelarangan mantan narapidana kasus korupsi untuk mengikuti pemilihan kepala daerah tahun 2020 terus mengemuka. Hal itu berawal dari usulan Ketua Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) yang mengaku telah menyerahkan naskah akademik revisi UU No. 10 tahun 2016 tentang Pemilukada kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu (28/8).
“Mekanisme yang bisa ditempuh adalah dengan melakukan revisi terbatas, atau revisi seluruh UU Nomor 10 Tahun 2016. Tadi kami tadi melakukan usulan itu kepada pemerintah, dan kami juga menyerahkan naskah akademik atas usulan revisi UU 10 tahun 2016”. Kata Abhan, Ketua Bawaslu.
Abhan juga menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo merespon baik, bahkan misalnya soal masa kampanye akan diefektifkan, tidak terlalu panjang. Hal Itu nanti akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan Mendagri, sebagai leading sector, sebelum kemudian dibicarakan lebih lanjut dengan DPR RI.
Sejalan dengan Bawaslu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersikukuh melarang eks narapidana kasus korupsi maju pada kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada). KPU menilai keinginan terpidana korupsi sudah harus dilarang dalam tahap pencalonan. Komisioner KPU Wahyu Setiawan tidak sepakat dengan usulan mengedukasi pemilih daripada melarang mantan napi korupsi.
“Dari pencalonan sudah dilarang. Ini sekali lagi yang perlu kita bahas mendalam adalah bagaimana dasar hukumnya dan itu akan kita hidupkan terus,” kata Wahyu
Pada kesempatan lain, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mendukung usulan larangan mantan narapidana kasus korupsi, untuk mencalonkan diri pada Pilkada 2020. Namun Mendagri belum dapat memastikan, apakah larangan tersebut cukup di UU Pilkada atau cukup di Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
“Setuju saja, setuju saja kalau itu memang ada kesepakatan ya sudah, tidak masalah,” kata Mendagri, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (29/8) sebagaimana telah diberitakan Beritabaru.co sebelumnya.
Menanggapi wacana tersebut, Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM periode 2011-2014, Prof Denny Indrayana turut berkomentar. Menurutnya Mahkamah Konstitusi pernah memutuskan bahwa mantan Napi kasus korupsi masih memungkinkan untuk maju ke politik setelah mengumumkan secara terbuka kepada khalayak.
“Di luar putusan MK, larangan bagi Napi (korupsi_red.) untuk berpolitik hanya dimungkinkan lewat putusan pengadilan”. Kata Prof Denny kepada redaksi Beritabaru.co pada Senin (2/9) melalui WhatsApp.
Kita harus paham, imbuhnya, bahwa korupsi memang sangat merusak dan harus diberantas. Namun, melarang sama sekali mantan napi korupsi juga berpotensi melanggar HAM.
“Karena itu larangan di UU hanya dapat dilakukan terbatas, tidak bisa total”. Tutupnya menegaskan. [Dafit]