Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

LBH APIK Sebut Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat Selama Pandemi COVID-19

LBH APIK Sebut Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat Selama Pandemi COVID-19



Berita Baru, Jakarta – Merebaknya corona virus disease 2019 atau COVID-19 di Indonesia ditandai dengan siaran langsung Presiden Joko Widodo yang mengumumkan bahwa dua orang warga telah dinyakatan positif, pada Senin (2/3).

Dua pekan kemudian, tepatnya pada Senin (16/3) Presiden kembali menegaskan kebijakan social distancing yang disempurnakan menjadi physical distancing, dimana sebagian besar kegiatan belajar dan bekerja di dilakukan di dalam rumah.

Lembaga Bantuan Hukum – Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta merilis temuan bahwa kekerasan terhadap perempuan selama pandemi COVID-19, khususnya sejak diterapkannya kebijakan social distancing dan work from home, mencapai 97 kasus. Pengaduan kasus-kasus tersebut diterima melalui hotline dan email.

“Jumlah ini cukup besar dimana hanya dalam waktu satu bulan jumlah pengaduan meningkat drastis dibandingkan pengaduan langsung”. Kata Siti Mazuma, Direktur LBH APIK Jakarta dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (21/4).

Zuma, panggilan Siti Mazuma, mengatakan bahwa 97 kasus tersebut terdiri atas Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 33 kasus, Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO) 30 kasus, pelecehan seksual 8 kasus, Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) 7 kasus, Pidana Umum 6 kasus, perkosaan 3 kasus, kasus diluar Kekerasan berbasis Gender 3 kasus, Perdata keluarga 2 kasus, Pinjol 2 kasus, waris, pemaksaan orientasi seksual serta kasus permohonan informasi layanan masing-masing 1 kasus.

“Hal ini menjadi bukti bahwa rumah belum tentu menjadi tempat aman bagi perempuan, apalagi dalam masa pandemi Covid-19 ini perempuan menjadi lebih rentan bukan saja rentan tertular virus tetapi juga rentan menjadi korban kekerasan”. Lanjut Zuma.

Menurut aktivis asal Tuban tersebut, perempuan menjadi rentan terkena virus karena berkewajiban memenuhi kebutuhan pangan keluarga, sehingga lebih sering keluar rumah dibandingkan anggota keluarga lainnya.

Struktur sosial masyarakat patriarki, imbuh Zuma, juga mengharuskan perempuan berperan sebagai pengasuh, pendidik, memastikan kesehatan keluarga, menyiapkan makanan.

“Beban akan bertambah apabila perempuan tersebut juga bekerja diluar rumah dan harus menerapkan Work from Home”. Jelasnya.

LBH APIK Jakarta juga menganalisis bahwa implikasi kebijakan phsyical distancing yang membuat segala kegiatan dilakukan di dalam rumah, dapat membuat beban domestik perempuan semakin besar. Ketika perempuan dianggap tidak mampu menjalankan fungsi domestiknya maka kekerasan dianggap hal yang wajar untuk diterima.

“Dari pengaduan KDRT yang diterima LBH APIK Jakarta, KDRT bukan hanya kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan psikis, seksual bahkan penelantaran ekonomi”. Terang Zuma.

Di sisi lain penerapan kebijakan phsyical distancing telah memicu kebergantungan manusia terhadap internet cukup tinggi. Karena semua kegiatan dilakukan dengan internet, yaitu untuk komunikasi, hiburan, belajar, dan bekerja.

Menurut LBH APIK Jakarta, ketergantungan terhadap internet ini memiliki keterkaitan dengan kekerasan gender berbasis online atau (KGBO), sebagai kasus nomor dua tertinggi yang dilaporkan kepada LBH APIK Jakarta selama masa pandemi.

“Bentuk KBGO yang dilaporkan adalah pelecehan seksual secara online, ancaman penyebaran konten intim dengan motif eksploitasi seksual hinggal pemerasan”. Jelas Zuma.

Melihat kerentanan perempuan terhadap kekerasan selama masa pandemi COVID-19, LBH APIK menyebut hal itu sebagai situasi darurat. Apalagi jumlah kasus kekerasan yang tidak dilaporkan oleh korban jumlahnya pasti lebih besar.

Oleh karena itu mereka menuntut pemerintah dan DPR RI untuk menerapkan kebijakan yang berkeadilan dan responsif gender, serta segera membahas dan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Selain itu mereka juga menuntut ditegakkannya implementasi UU PKDRT, UU TPPO serta aturan dan kebijakan positif lainnya secara maksimal untuk kepentingan korban.

“Terapkan kebijakan penanganan Covid 19 yang mempertimbangkan keadilan dan kesetaraan gender serta memperhatikan kelompok rentan. Untuk melindungi perempuan dari kekerasan, segera sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan PRT”. Pungkasnya.