Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

kontras
Ilustrasi penembakan (foto: istimewa)

KontraS Kutuk Penembakan Warga Sipil oleh Polisi



Berita Baru, Jakarta – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengutuk keras dua insiden penembakan oleh anggota Polri yang menewaskan warga sipil di Semarang dan Bangka Belitung. Kedua peristiwa ini dinilai menambah daftar panjang pelanggaran serius terkait penggunaan senjata api secara sewenang-wenang oleh aparat, hingga merenggut nyawa warga negara.

Peristiwa pertama terjadi pada Minggu, 24 November 2024, di Kota Semarang. Korban, Gamma Rizkynata Oktafandy (16 tahun), seorang anggota Paskibra SMKN 4 Semarang, tewas ditembak oleh Aipda Robig Zaenudin, anggota Satres Narkoba Polrestabes Semarang. Selain Gamma, insiden ini juga melukai dua orang lainnya, yakni A dan S.

Pada hari yang sama, penembakan juga terjadi di kebun kelapa sawit PT Bumi Permai Lestari (BPL), Bangka Belitung. Korbannya, Benny, warga Desa Berang, tewas ditembak oleh anggota Brimob Polda Bangka Belitung, setelah dituduh mencuri sawit milik perusahaan tersebut.

“Anggota kepolisian yang melakukan tindakan seperti ini telah melanggar hak untuk hidup, yang merupakan hak mendasar yang tidak boleh dikurangi dalam situasi apapun,” tegas KontraS dalam pernyataannya, Jumat (29/11/2024). KontraS menyebut tindakan tersebut sebagai pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killing), yang merupakan pelanggaran serius terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

KontraS menyoroti pelanggaran aparat terhadap sejumlah peraturan, termasuk Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, yang mengatur prinsip legalitas, kebutuhan, dan proporsionalitas dalam penggunaan senjata api. Dalam dua kasus ini, aparat dinilai mengabaikan prinsip tersebut.

Selain itu, tindakan tersebut juga melanggar Pasal 48 Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Tugas Polri, yang menyebutkan bahwa senjata api hanya boleh digunakan untuk menghadapi ancaman nyata terhadap jiwa manusia.

“Penggunaan senjata api oleh polisi harus berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa. Namun, pada praktiknya, aturan ini sering diabaikan, sebagaimana terlihat dalam kasus-kasus serupa yang terus berulang,” kata KontraS.

KontraS juga menilai bahwa kedua insiden ini menunjukkan kegagalan institusi kepolisian dalam mematuhi instrumen hukum yang ada. Mereka menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian, serta langkah preventif untuk mencegah eksekusi di luar hukum yang sewenang-wenang.

“Proses hukum terhadap pelaku harus dilakukan secara transparan dan berkeadilan. Hukuman berat, termasuk Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH) dan penegakan hukum di pengadilan umum, wajib dijatuhkan agar memberikan efek jera,” tambah KontraS.

Dalam insiden penembakan terhadap Gamma, KontraS juga menyoroti pelanggaran terhadap Pasal 37 Kovenan Internasional tentang Hak Anak, yang melarang perlakuan kejam terhadap anak, termasuk oleh aparat negara.

KontraS menyerukan agar negara segera mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan kasus ini secara tuntas. Selain memberikan keadilan bagi korban, tindakan tersebut diharapkan mampu memperbaiki kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.