KontraS Desak Pengusutan Kasus Penghilangan Paksa dengan Bukti Nyata Jeratan Impunitas
Berita Baru, Jakarta – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik pernyataan yang disampaikan Sufmi Dasco Ahmad, Pimpinan DPR RI, pasca-pertemuan tertutup dengan korban penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998. KontraS menilai pertemuan tersebut sebagai upaya untuk menutup-nutupi tanggung jawab terkait keterlibatan Prabowo Subianto dalam kasus tersebut.
Dalam siaran pers yang di terbitkan oleh KontraS pada Rabu (7/8/2024), “Pertemuan tersebut diduga merupakan langkah sistematis untuk menghindari pertanggungjawaban atas keterlibatan Prabowo dalam penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998,” ungkap pihak KontraS. Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, “Kami bicara dari hati ke hati” dan “semua sepakat untuk mendukung Indonesia maju,” namun KontraS melihat pernyataan ini sebagai sinyal adanya upaya untuk menutupi masalah.
KontraS berpendapat bahwa pertemuan ini berpotensi menjadi ajang cuci tangan, yang bertujuan untuk menghapuskan dosa terkait keterlibatan Prabowo Subianto. “Pernyataan tersebut menyalahi prinsip penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat,” kata perwakilan KontraS. Menurut mereka, penyelesaian kasus pelanggaran HAM harus melalui langkah-langkah kebenaran, keadilan, reparasi, dan jaminan tidak terulang, sebagaimana ditegaskan oleh Pelapor Khusus PBB.
Sebagai informasi, laporan penyelidikan Komnas HAM dan keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) Nomor KEP/03/VIII/1998/DKP tertanggal 21 Agustus 1998 menunjukkan bahwa Prabowo Subianto terlibat dalam kasus penghilangan orang secara paksa. KontraS menilai bahwa adanya upaya memberikan sesuatu dengan nilai tertentu kepada keluarga korban dapat memperkuat indikasi keterlibatan Prabowo dalam kasus ini.
KontraS juga mencatat bahwa praktik serupa sering terjadi di Indonesia, di mana para korban tidak dapat menuntut pertanggungjawaban hukum. “Kondisi ini menjadi kebiasaan buruk bagi penegakan HAM dan penghargaan kemanusiaan di Indonesia,” ujar perwakilan KontraS. Mereka menggarisbawahi pentingnya hak dasar korban untuk mengetahui keberadaan orang yang hilang serta perlunya proses hukum yang transparan dan adil.
Dalam pernyataan resmi mereka, KontraS mendesak Presiden Joko Widodo untuk:
- Menghentikan praktik impunitas yang melindungi para terduga pelaku kejahatan HAM.
- Melakukan penyelesaian kasus penghilangan orang secara paksa 1997-1998 secara berkeadilan, substantif, dan mengedepankan martabat korban.
- Melaksanakan empat rekomendasi dari Panitia Khusus DPR RI untuk kasus tersebut pada tahun 2009.
- Membentuk Pengadilan HAM ad hoc untuk kasus penghilangan orang secara paksa 1997-1998.
“Proses hukum yang adil dan transparan sangat penting untuk memberikan keadilan bagi korban serta mencegah peristiwa serupa di masa mendatang,” tutup perwakilan KontraS.