Komnas HAM Aceh Tegaskan Pentingnya Pemahaman Hukum Acara HAM bagi Advokat
Berita Baru, Banda Aceh – Kepala Komnas HAM Aceh, Sepriady Utama, menegaskan pentingnya pemahaman mendalam mengenai Hukum Acara Peradilan HAM bagi para advokat dalam menjalankan peran mereka sebagai penegak hukum. Hal ini disampaikan Sepriady dalam kegiatan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala bekerja sama dengan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) pada 5 Oktober 2024.
Dalam paparannya yang dikutip dari laman Kantor Perwakilan Komnas HAM pada Rabu (23/10/2024), Sepriady menjelaskan bahwa advokat perlu memahami perbedaan antara Pelanggaran HAM yang Berat, Pelanggaran HAM biasa, dan Tindak Pidana Umum. Ia menegaskan bahwa Pengadilan HAM memiliki jurisdiksi khusus untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara Pelanggaran HAM yang Berat, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. “Saat ini, Pengadilan HAM sudah ada di beberapa kota, yaitu Jakarta Pusat, Surabaya, Makassar, dan Medan,” ungkap Sepriady.
Ia juga menyoroti bahwa Pelanggaran HAM yang Berat terbagi dalam dua kategori kejahatan internasional, yakni genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. “Kejahatan-kejahatan ini merupakan bagian dari tanggung jawab universal yang harus ditegakkan oleh setiap negara,” jelasnya.
Sepriady menambahkan, hukum acara dalam Peradilan HAM diatur dalam Undang-undang yang terdiri dari beberapa bagian, mulai dari penangkapan hingga proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Ia juga menegaskan bahwa prinsip-prinsip HAM harus selalu diutamakan dalam setiap tindakan, terutama dalam konteks penanganan konflik bersenjata. “Komnas HAM selalu mengingatkan kepada semua pihak untuk memperhatikan serta mengedepankan prinsip-prinsip HAM pada setiap operasi atau tindakan apapun dalam penanganan konflik bersenjata,” tegasnya.
Menanggapi pertanyaan dari salah satu peserta terkait Pelanggaran HAM yang Berat yang terjadi sebelum disahkannya UU Pengadilan HAM, Sepriady menjelaskan bahwa kasus semacam itu akan diperiksa oleh Pengadilan HAM Ad Hoc. “Hal ini diatur dalam Pasal 43 Ayat (1) Undang-undang Pengadilan HAM, yang memberikan dasar bagi pengadilan untuk mengadili kasus-kasus yang terjadi sebelum undang-undang ini diundangkan,” tambahnya.
Acara PKPA ini dihadiri oleh puluhan advokat yang mengikuti dengan antusias, mengingat pentingnya topik Hukum Acara Peradilan HAM dalam mendukung kinerja mereka sebagai penegak hukum di Aceh.