Kitab Jumantara | Puisi-Puisi Ruhan Wahyudi
Kitab Jumantara
:wayan jengki sunarta
demikian, orang-orang tersesat menapaki jejak
yang semakin nanjak pada permainanmu
ia seperti ketakutan semrawut mendengar
lonceng gereja ditabuh di angka keriput
bukan hanya sekali, fragmen ini mengusik
O nalar, O kegelapan dalam kitabmu
namun, di sini ia menemukan keabadian
di genggaman penyair di gua garba
walaupun ini hanya sebatas igau dalam mimpi
di kitabmu, kirab-kirab kata yang lembut
seakan menjadi racun bagi orang yang menari-nari
di halaman rumah dengan sapu lidi tertatih
apa yang terjadi sebenarnya?
mata seakan tak sanggup menelanjangi
serupa cahaya di telunjuk bulan purnama
biarkan ia tidur sejenak, untuk
mendidihkan racun yang telah menyerap
di tulang punggungnya dan biarkan ia
membahasi satu halaman kitabmu yang kusut
untuk menghatamkan mantra yang bercengkram
pada lembing puisi
O kitabmu, seperti hutan belantara
yang menjadi petunjuk menuju jumantara.
Yogyakarta, 2022
Memikirkan Jalan Pulang
dengan apa lagi kita cari arah kirab
nubuat yang kita gurat tiarap
di antara luka yang tak sempat berdarah
menyerpih di sudut-sudut jalan
kita hanya bisa merayu waktu
mendobrak kelam yang bimbang
demikian Sinah, kita seperti terasing di sini
yang selalu memikirkan monopoli
tanpa merangkai jalan untuk kembali
pada gubuk tua, kita sudah ditunggu
seorang abdi dalem dengan tabuh rebana
namun, sampai saat ini kita masih tersesat
waktu semakin tajam mencatat jejak kita
batu-batu, pohon-pohon, menertawakan kita
yang memikirkan jalan pulang ke pangkuan
tapak tilas seakan mengelupas kirab
yang pernah kita lukis di buku keramat.
Yogyakarta, 2022
Rokat Tasek
setelah dentum ombak mematahkan lelah
perihal nasib yang diperam erat jala
sebelum kincir angin mendongengkan
kidung keberangkatan anak sampan
keringat asin menenun puluhan mantra
desah orang-orang pantai menekur
doa-doa yang mengeram maha duka
di dermaga, tempat mengukir harap
ikan-ikan dikejuahan menghentak
debar dalam dada yang curiga
suara kendang-saronen mengukur syukur
setelah lama tak berpendar di utara
layarmelipat senyum, membiarkan
anak sampan menyempurnakan celoteh
atas kuntum gelombang yang berpacu
dengan tenang mengamini serupa
tuhuh-tubuh dibebat sejarah
dan membiarkan bitek menemui
Tuhan di teluk paling rahasia
demikian, ritual rokat mengekalkan
debar dada mendentumkan bahagia
Yogyakarta, 2022
Catatan :
rokat Tasek adalah upacara keselamatan laut
bitek Perahu kecil yang dibuat untuk memuat sesaji dalam prosesi petik laut
Lalabat
serupa duka meneroka air mata
membiarkan aroma dupa pecah
angin empat penjuru zikrul maut
mengusap lembut batu nisan
doa-doa yang lahir di lidah peziarah
tak kuasa menahan perihnya semesta
segala duka paling maha
tatapan mata pun meronta
meski suara-suara tak lagi asing
meriwayatkan dengung kehidupan
orang-orang berlalu lalang datang-pulang
membawa beras tello ghantang dan
seceppo nasi matang, lauk seadanya
sebagai bekal tangis yang lantang
apakah Tuhan merestui lalabat ini
sebagai kiriman doa dan pujian
bagi orang yang berpulang?
orang-orang sibuk menekur doa
di bawah terop memandangi remuk
malam yang semakin akrab memintal
sunyi dalam diri, apakah kita juga akan
berpulang setelah cerita kita tuntas
menahkodai semesta di sudut bahagia
setelah lo’tello’ sampai to’petto’ usai
kemanakah arwah itu bersumbunyi?
sementara malaikat sudah menunggu,
menanyakan kabar dalam dada gemetar
Yogyakarta, 2022
Catatan:
Lalabat : adalah tradisi orang Madura sebagai bentuk berturut duka cita dengan membawa beras
tello ghantang: tiga kg
lo’ tello’: tiga hari orang meninggal
to’ petto’: tujuh hari orang meninggal
Tandèk
para penabuh kendang
menepuk musim di kepala
memeluk dingin di tubuh
perempuan.
suara gong mendegum
menempuh waktu sangat jauh
menujum seorang laki-laki
lebih dekat mencium
bunga melati di genggaman
jemari penari merapatkan
legam perkampungan
kerling mata melirik ribuan
semesta di luar jendela
saronen mematahkan cemas
penari memutar pinggul rahasia
menyihir satu persatu
pundak seorang lelaki
mengalungkan selendang
menelusuri hutan, lembah
dan sawah-sawah yang dibabatnya
nyanyian para penari
melengkapkan hidup
yang sementara.
Yogyakarta, 2022
Ruhan Wahyudi Kelahiran Sumenep, 06 Mei, saat ini sedang menempuh pendidikannya Program Studi Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Bergiat di Lesehan Sastra Kutub Yogyakarta (LSKY) karya dimuat di berbagai media cetak maupun online. Buku kumpulan puisinya, Menjalari Tubuhmu di Pundak Waktu (2019).