Kisah Kota Asing | Puisi-Puisi Khanafi
Kisah Kota Asing
kaubawa aku ke kota asing
jalan-jalan berlampu cemas
yang menyebarkan ketakutan
kematian yang bangkit dari bayangan dinding
dan kamar sempit yang membuatmu
mencium sendiri bau kubur
dalam setiap waktu yang meleleh pada jam
kautemukan sebuah peta lusuh pada kalender usang
wajah kenangan yang mengabur
dan kau tak bisa membaca arah untuk kembali
pulang adalah palung kesendirian
tempat tanganmu menemukan angin
untuk menuliskan keresahan
Tanpa Tubuh
kubawa jiwa ini ke mana-mana
menyusuri lembah keterasingan
di sela gedung-gedung menjulang
yang melemparkan kekerdilan
aku cuma hantu yang bergeliat
membuat pertanyaan kehadiran
kekosongan dan sajak cinta
yang dinyanyikan seperti lolong serigala
aku demam sendirian
pikiranku mengembara sebagai nabi-nabi
dan menggigil mencatat ketakutan
aku membawa kata-kata ke dalam kubur
dan kutinggalkan hatiku tumbuh subur
seperti rerumputan yang menunjuk ke langit
lembaran biru kusut penuh cahaya sakit
Aku Tak Punya Lagi
aku tak punya lagi cinta yang asing
dan kenikmatan hambar
menghambur di sekujur tubuh
aku merangkak di perbukitan duka
mencari yesus kristus dan
sabda kebahagiaan yang entah kutahu apa
segala waktu sudah habis
hanya kekosongan angin berkata-kata
di antara suara maut dan gumam para penyair
Mencari Pintu
aku mengembara di kota-kota
mencari pintu
hanya bangku-bangku yang enggan kududuki
keramaian binatang buas
dan hutan yang senantiasa asing
aku terus berjalan dalam pencarian
berziarah kepada kematian dan napas sendiri
segala arah mata angin yang kabur dan
tak kutemukan sebuah pintu dalam diriku
untuk menutup duka dari kutuknya
aku menatap langit yang memandangi kesendirian
yang menumbuhi diriku diam-diam
hanya bisa kutawarkan dosa
dan kusimpan sendiri
bahasa bintang-bintang jatuh
Kutuliskan Namamu
kutuliskan namamu
kemudian kukirimkan ia ke neraka
biar kalimat-kalimat yang merangkai kenangan
hanya bisa menjadi bara dalam apinya
sedangkan aku yang gagal menikmati kesempatan
memilih dikuburkan oleh bahasa diam
mengapa selalu hidup yang resah
dan duka enggan menyerah?
waktu yang tak tersisa untukku
aku hanya bisa mempercayai saat-saat
ketika maut mendekat dalam isyarat
kemudian mengirimkan abumu ke dadaku
yang sudah tak menyimpan bunga-bunga
Sungai Air Mata
kubiarkan langit di mataku runtuh
mengalir seperti sungai dan detik jam dinding
kenangan dulu yang terkurung
menjadi seakan-akan batu
jarum-jarum jam yang berlapasan
seperti ranting-ranting patah
waktu yang bersuara kecemasan
kesedihan itu terus mengalir dalam bisikan
mencari muara-muara
pikiran yang basah
ditumbuhi lalang dan serangga
di luar wajah, dunia yang asing
seperti biasa selalu tak bisa ditangkap
angin resah yang menyusuri lorong
di tembok-tembok yang dibikin dari mataku
hanya bisa memantulkan bayangan
dua sungai yang deras sendirian
Rahim Perempuan
kutanam sebuah pohon dari benih yang kupelihara
di perutmu tanah-tanah yang menyuburkannya
hingga getah dari buah terlarang itu menetes bergenangan
pikiran-pikiran keruh binatang di balik diriku
yang mencari tempat berlindung
ia haus darah, ia ingin menggumpal-bekukan waktu
yang pernah berguguran dari kalender usia
aku yang dirawat duka, peluklah
aku takut akan warna merah itu
aku cemas membuka pintu
dunia begitu serius seperti neraka
sedang kanak-kanak dalam diriku
butuh tempat bermain
Khanafi, lahir di Banyumas, Jawa Tengah, pada 4 Maret 1995. Tulisan-tulisannya berupa puisi dan cerpen tersiar di beberapa media massa baik daring maupun cetak, seperti: Detik.com, Maghrib.id, Koran Tempo, Kompas.id, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Radar Banyuwangi, Radar Banyumas, dll, serta terikut dalam berbagai buku antologi bersama. Penulis berkhidmat di Forum Penulis Solitude. Sehari-harinya bekerja sebagai tukang kebun, editor lepas dan penjual buku lawas. Buku kumpulan puisi yang akan cetak bertajuk Akar Hening Di Kota Kering (FPS: 2021) diterbitkan secara indie. Sekarang bolak-balik Purwokerto-Yogyakarta sembari merampungkan novelnya dan sebuah buku kumpulan cerpen.