Kementan Dorong Pengembangan Produksi Gula Merah
Berita Baru, Jakarta – Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong pengembangan gula merah untuk mengurangi ketergantungan pada gula pasir.
“Saya mengajak saudara-saudaraku semua sekarang untuk diversifikasi gula putih ke gula aren. Gula merah kita bisa produksi sebanyak-banyaknya,” kata Kepala BPPSDMP Kementan Dedi Nursyamsi, pada acara Mentan Sapa Petani dan Penyuluh (MSPP) Kurangi Ketergantungan Impor Gula, Sabtu (19/3).
Dedi Nursyamsi menilai, potensi pengembangan gula dalam negeri luar sangat biasa, ditandai dengan Indonesia pernah menjadi eksportir gula terbesar di zaman kolonial.
“Kita adalah negara kepulauan. Kita adalah negara yang garis pantainya terpanjang di dunia karena pulaunya kurang lebih dari 17 ribu. Artinya kelapa tumbuh di mana-mana dan itu adalah sumber gula kita,” jelas Dedi.
Bukan hanya itu, lanjut Dedi, Indonesia juga mempunyai tanaman enau (aren) yang tumbuh sendiri tanpa ditanam di dataran tinggi. Tanaman ini juga bisa dimanfaatkan menjadi gula aren.
“Jadi, bagaimana caranya mengatasi impor? Ya, tanam. Tanam itu tebu. Enau tidak usah ditanam tumbuh sendiri apalagi kalau ditanam. Di saat yang sama bikin gula merah itu jadi olahan agar berdaya saing,” ujarnya.
Secara terpisah, Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo mengusulkan untuk mengembangkan gula kelapa dan gula aren. “Sebenarnya jangan terlalu banyak mengandalkan gula tebu. Jadikan peluang untuk mengembangkan gula kelapa. Pohon kelapa kita kan banyak tersebar,” tuturnya.
Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Ardi Praptono mengatakan, neraca konsumsi gula pasir mengalami defisit kurang lebih 600 ribu ton. Dari kebutuhan gula konsumsi 2,8 juta saat ini yang baru diproduksi 2,2 juta ton.
Ia menyampaikan, pihaknya melakukan program percepatan swasembada gula konsumsi tahun 2023, di antaranya, melakukan ekstensifikasi berupa penambahan areal baru sejumlah 50 ribu hektare, yang diharapkan ada peningkatan gula konsumsi sejumlah 359 ribu ton GKP.
Selain itu, pihaknya juga akan melakukan intensifikasi bongkar ratoon sejumlah 75 hektar dan diharapkan tiap tahun akan menghasilkan 178 ribu ton GKP. Dengan merawat ratoon seluas 125 ribu hektare juga akan menghasilkan sejumlah 178 ribu ton GKP.
“Sehingga total hasil dari ekstensifikasi dan intensifikasi yang diperoleh 676 ribu ton GKP. Ini target yang ingin kami capai dari tahun 2020-2023,” ujarnya.
Ssementara, Duta Petani Milenial Banten, Sarnata mengatakan Indonesia, khususnya di Banten memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah salah satunya komoditas aren. “Selain itu, ternyata jumlah petani aren di Banten itu 13 ribu orang. Artinya keterlibatan petani aren di pedesaan cukup besar,” ujarnya.
Ia mengatakan, belum banyak petani aren yang melakukan inovasi, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara produktivitas yang besar dengan pendapatan petani.
“Solusi kami, dari satu komoditas aren kami buat gula aren semut. Tidak sampai di situ kami buat minuman serbuk rempah herbal seperti gula jahe, gula kunyit, gula temulawak, gula cair, gula aren koin. Artinya di sini ada diversifikasi produk yang kami lakukan,” jelasnya.
Menurut, Sarnata, dengan melakukan inovasi tersebut, umur masa simpan aren akan lebih lama dari biasanya, memberikan nilai tambah, dan memberikan profit yang lebih tinggi. “Pengemasan produk ini akan memecahkan masalah umur simpan yang bisa tahan hingga setahun. Kemudian distribusi juga akan lebih luas dan jauh,” terangnya.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya, kata ia adalah melakukan standardisasi dan sertifikasi. “Baik izin kesehatan, halal dan uji laboratorium memberikan kepercayaan dari luar untuk membeli produk kita,” tegasnya.