Keberpihakan Jokowi Dinilai Bisa Rusak Demokrasi
Berita Baru, Jakarta – Perkumpulan Jaga Pemilu Indonesia menilai pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengizinkan presiden dan menteri berpihak dalam Pilpres tanpa menggunakan fasilitas negara sebagai tindakan yang merusak prinsip-prinsip demokrasi elektoral secara mendasar.
Ketua Perkumpulan Jaga Pemilu, Natalia Soebagjo, menyampaikan kekhawatiran bahwa pernyataan tersebut dapat merugikan pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia.
“Dikeluarkannya pernyataan ini pada saat kampanye berlangsung bisa merusak demokrasi. Apakah ini berarti pelanggaran yang marak terjadi bisa dianggap wajar?” ujar Natalia dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (25/1/2024).
Pernyataan tersebut juga disoroti karena dilakukan oleh Jokowi di atas pesawat udara TNI, didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Natalia menyatakan bahwa situasi ini, yang menggunakan fasilitas negara, tidak seharusnya menjadi tempat untuk menyampaikan pernyataan tersebut.
“Ini dibayar oleh pajak rakyat. Pesawat udara, seragam, gaji mereka, semuanya dari pajak rakyat. Tidak sepantasnya pernyataan itu diucapkan di fasilitas negara seperti itu,” tegas Natalia.
Inisiator Perkumpulan Jaga Pemilu, Titi Anggraini, menambahkan bahwa Jokowi hanya merujuk pada satu pasal, yaitu Pasal 281 ayat (1) UU Pemilu, tanpa memperhatikan Pasal 282 yang melarang pejabat negara membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu selama masa kampanye.
“Presiden Jokowi dan seluruh menterinya adalah pejabat negara yang memiliki kewajiban untuk menjaga netralitas dalam pemilu. Jika mereka melakukan tindakan yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pemilu,” kata Titi.
Pernyataan Jokowi tersebut muncul sebagai respons terhadap kritik terhadap menteri-menteri yang aktif berkampanye dalam Pilpres 2024. Jokowi menegaskan bahwa seorang presiden boleh memihak dan berkampanye selama mengikuti aturan waktu kampanye dan tidak menggunakan fasilitas negara.