Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Jagung

Jokowi dan Nasib Petani Jagung



Berita Baru, Jakarta – Penetapan harga jagung oleh Presiden Jokowi sebesar Rp4.500/kg beberapa pekan lalu menuai banyak kritik. Kebijakan tersebut dinilai mencekik nasib petani jagung.

Pasalnya, harga tersebut tidak sesuai dengan biaya produksi yang harus dikeluarkan petani. Pertama, harga pupuk mahal. Subsidi memang ada, tetapi tidak semua petani mendapatkannya.

Kedua, ongkos tenaga tidak murah dan ketiga tentang cuaca. Di cuaca tertentu, petani harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menunjang panen.

Menurut Jumantoro Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) seperti dilansir Jatimnet.com, Kamis (16/9), dengan beban produksi sedemikian rupa, untuk mencapai titik impas produksi atau Break Event Point (BEP) paling kecil petani harus diberi harga Rp4.200/kg.

Jika pemerintah mematok harga Rp4.500/kg, maka jatuhnya nanti menjadi Rp4.000/kg untuk petani karena adanya distribusi yang panjang. Angka ini tentu tidak bisa disebut kabar baik untuk para petani jagung di tanah air.

Di sisi lain, tidak lama ini Presiden Jokowi mengampanyekan pentingnya menggenjot produksi jagung ketika sedang berkunjung di Sorong, Papua Barat, Senin (4/10).

Dalam kunjungan tersebut, Jokowi menegaskan bahwa kebutuhan jagung nasional untuk pangan dan makanan ternak masih kurang, sehingga untuk menunjang ketahanan pangan, produksi jagung perlu digenjot.

Pada satu aras, Presiden menginginkan Indonesia bisa swasembada jagung dan tidak perlu impor agar petani sejahtera. Namun pada aras lain, harga beli jagung untuk petani Rp4.500/kg, angka yang dinilai mencekik petani jagung.

Tarik ulur petani jagung dan peternak ayam telur

Meski harga jagung sudah ditetapkan oleh presiden sebesar Rp4.500/kg, di lapangan para peternak masih membeli dengan harga antara Rp5.000 – 5.500/kg.

Hal ini seperti disampaikan oleh Sekretaris Paguyuban Peternak Ayam Petelur Tuban Jawa Timur, Imam Hanifah, pada Rabu (6/10).

“Di sini, harga jagung mahal hari-hari ini. Beli dari petani saja sampai 5.150,” ungkapnya pada Beritabaru.co.

Menurut Imam, sapaan akrabnya, untuk beberapa peternak memang mendapatkan harga Rp4.500/kg, tapi itu karena adanya subsidi dari pemerintah.

“Tapi masalahnya, yang tidak dapat subsidi itu lebih banyak. Kemarin, kami sempat demo di Tuban kota terkait mahalnya harga jagung untuk peternak, tapi hingga sekarang belum ada respons,” jelasnya.

“Di sisi lain, harga telur tidak juga kunjung naik. Jadi ini sangat membuat sulit para peternak ayam telur di Tuban, bahkan saya bisa bilang, tahun ini adalah tahun seleksi alam bagi para peternak ayam telur,” imbuh Imam.

Berbagai pihak menghubungkan mahalnya harga jagung dengan stok jagung nasional.

Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Wakil Menterinya Harvick Hasnul Qolbi mengklaim, sebagaimana dilansir Antara, Selasa (21/9), stok jagung nasional masih aman, yakni mencapai 2,3 juta ton.

Jumlah tersebut tersebar di empat (4) tempat, yakni 744 ribu ton di para pengepul, 722 ribu ton di Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), 423 ribu ton di para agen, dan sisanya di usaha eceran hingga rumah tangga.

Mengutip data Prognosa Kementan dan Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa produksi bersih jagung nasional Januari-Desember 2021 sebesar 15.79 juta ton dan kebutuhan jagung nasional sebesar 14,37 juta ton, maka klaim tersebut bisa dibenarkan.   

Meski demikian, Menteri Perdagangan (Menag) Muhammad Lutfi dalam Rapat Kerja dengan DPR RI mempertanyakan kebenaran data tersebut.

Menurut Lutfi, jika stok aman adalah tidak mungkin harga jagung di pasaran akan naik. “Jangankan jutaan, bicara 7.000 saja tidak ada untuk kebutuhan 1 bulan di Blitar,” ungkapnya.

Tantangan petani jagung  

Di sisi lain, berbeda dengan ungkapan Jumantoro Ketua HKTI, salah satu petani dari Modo Lamongan, AR, mengungkap bahwa harga jagung pada beberapa minggu ini memang lebih tinggi dari sebelumnya.

Kendati demikian, menurut AR memang sudah sepantasnya petani jagung mendapat harga segitu.

“Soalnya, bicara nandur jagung itu bicara melawan cuaca dan hama, khususnya tikus,” kata AR pada Beritabaru.co pada Rabu (6/10).

AR menjelaskan, tantangan pertama petani jagung, terutama di wilayah Lamongan dan sekitarnya, adalah tikus.

Tikus merusak tanaman jagung para petani biasanya di dua waktu, yakni tepat sebelum panen dan ketika jagung masih di tahap perkecambahan.

“Pada 2019, saya gagal panen karena nyaris semua jagung dimakan tikus. Ibaratnya, yang harusnya saya panen 3 karung, hanya jadi 1 karung,” ungkap AR.

“Ini belum lagi nanti ada hama ulat dan engkuk. Jika misalnya tanaman kami sudah selamat dari tikus, tantangan kedua adalah ulat. Tidak sedikit teman-teman petani gagal panen karena pupus jagung habis dimakan ulat,” imbuhnya.

Apa yang disampaikan AR ini melengkapi data BPS tentang analisis Produktivitas Jagung dan Kedelai di Indonesia tahun 2020.

Survei tersebut mengungkap bahwa tanaman jagung yang terdampak hama cukup tinggi, yaitu sebesar 75,03% dan yang tidak terkena serangan sebesar 24,97%.  

Adapun tantangan kedua adalah cuaca yang semakin ke sini, semakin tidak menentu.

Karena tidak menentu, tidak sedikit petani jagung merugi, entah rugi pupuk atau pun rugi tenaga.

“Bayangkan saja, ada petani jagung sudah merawat jagungnya selama satu bulan, tapi tiba-tiba setelah itu sama sekali tidak ada hujan. Maka jika sudah begitu, pasti rugi,” jelas AR.

Kemudian, tantangan ketiga lebih pada biaya produksi yang tidak murah. AR mengaku, harga pupuk pada masa Jokowi relatif lebih mahal.

“Ya meski, selisihnya sekitar Rp50.000, tapi itu tetap terasa,” ujar AR.

Berpijak pada data BPS (April 2019) tentang harga produksi jagung, untuk ukuran satu hektare dan satu musim tanam, petani harus mengeluarkan ongkos produksi sebesar Rp7.572.000.

Perinciannya, Rp899.000 untuk benih, Rp1.370.000 untuk pupuk, Rp352.000 untuk pestisida, dan Rp4.951.000 untuk tenaga kerja dan jasa pertanian.

Sejumlah ini belum mencakup sewa alat atau pun sewa lahan bagi yang tidak memiliki lahan sendiri.   

Kembali pada AR, Ketika ditanya soal kelindan dengan peternak yang membutuhkan harga jagung murah, ia menyitir bahwa sudahlah menjadi tugas pemerintah untuk selalu berupaya mencari jalan tengah.

“Ya yang enak, mengetahui dilemanya jadi petani jagung, kami untung dan peternak juga untung, apalagi katanya, Presiden sedang mendorong produksi jagung nasional,” pungkas AR.