Jadi Korban Pelecehan Seksual, Mahasiswi Kota Bandung Speak Up di Media Sosial
Berita Baru, Jakarta – Media sosial kembali dihebohkan dengan adanya kasus dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Bandung, Jawa Barat.
Berdasar penelusuran yang dilakukan Beritabaru.co, melalui akun media sosial pribadinya, korban menceritakan kronologi kejadian pelecehan seksual yang dialami.
Penyintas menyebut, kronologi kejadian pelecehan seksual terjadi pada tahun 2021. “Antara akhir bulan Januari, awal bulan Februari,” ungkapnya, Rabu (2/2).
Ia mengaku, saat kejadian korban berjalan bersama 4 orang temannya, termasuk pelaku, di Pantai Santolo, Kecamatan Cikelet, Garut, Jawa Barat.
“Ada posisi di depan (N&D), 2 di belakang (aku dan pelaku). Dengan dalih pelaku mau ngobrol soal organisasi kami,” ujarnya.
Setelah asyik ngobrol, korban menyadari kedua temannya sudah berada di sebuah warung di pinggir pantai, dengan jarak yang cukup jauh.
“Aku ngerasa feeling gak enak dan ternyata bener. Dia tiba-tiba ny**m tengkuk le**r belakang aku. Aku diem nge-freeze gak bisa apa-apa,” kata korban.
“Kenapa bisa orang ini ngelakuin hal ini. Setelah itu aku ngejauh dari dia karena takut dan di pikiranku cuma pengen pulang,” imbuh korban.
Setelah itu, menurut pengakuan korban, pelaku juga sempat modus untuk mencium pipi dan kening. “Aku posisi meet, terus ngedeketin aku dan untungnya aku minjem jaket hoodie nya si D,” ujarnya.
Korban mengungkap, tindakan asusila itu berlanjut saat istirahat di rumah seniornya sepulang dari pantai. “Ternyata ada pengakuan dari pelaku, saat aku tidur dia memeluk dan mencium pipi aku,” katanya.
“Sumpah demi Allah, pas pelaku ngomong gini pen banget gw tendang palanya kena tembok. Tapi ada jagoan neon yang jagain dan belain dia mati-matian disebelah dia tuh. Dan nanti takutnya aku malah dituntut balik karena kasus kekerasan,” kata korban.
Korban juga menyebut, pelaku melakukan kekerasan seksual saat dirinya sedang sakit dan numpang tidur di kontrakan temannya. “Saat itu aku sedang sakit dan tidur di kamar atas. Pelaku datang ke kamar bilang mau tidur disebelah aku,” imbuhnya.
Awalnya korban berhasil mengusir pelaku. “Aku usir dia, setelah itu dia turun. Aku tidur lagi dan cas hp. Entah jam berapa aku kebangun dan liat dia uda me****k aku,” katanya.
Karena dalam kondisi demam, tak banyak yang bisa dilakukan korban. “Setelah ngegeser, dia malah mengge***kan a**nya ke badan aku. Yang aku lakuin cuma bisa nangis dan diem ngegeser karena aku demam saat itu” ujar korban.
Pasca kejadian itu, korban menyebut memilih menjauhi pelaku selama sepekan lebih. Ia merasa takut dan bingung untuk menceritakan semua yang dialaminya. “Akhirnya aku memilih ngobrol dengan pelaku, berharap dia bisa ngerti dan gak ngelakuin hal itu lagi,” terangnya.
Tak berselang lama, kata korban, pelaku kembali melancarkan aksinya di sebuah kamar sekre. “Tapi ternyata selang beberapa lama, saat diadakan diskusi, saat itu aku sedang tidur di satu kamar di sekre,” katanya.
“Teman-teman lain tidak ada yang masuk ke situ kecuali perempuan. Dan tiba-tiba dia masuk ke kamar dan ngedeketin aku. Aku usir dia dan aku bilang; ngapain disini, sana urusin diskusi. Dia bilang; ia sebentar mau ambil barang,” ungkap korban.
“Tiba-tiba dia langsung ny**m le**r aku lagi. Dan disitu aku langsung mukul dan tonjok dia. Aku bilang aku gak suka digituin. Aku mukulin dia dengan posisi pintu terbuka. Beberapa orang melihat tapi hanya diam saja, setelah itu aku minta diantar pulang,” cerita korban.
“Beberapa hari kemudian aku mencoba berbicara lagi dengan pelaku aku marah. Dan juga aku bilang ke temen aku, Nd; kenapa kamu diem aja aku diginiin sama ketum kamu. Nd malah jawab; kalau aku ngelawan nanti diusir dari sekre,” jelasnya.
“Setelah itu aku gak hadir main ke sekre itu. Kecuali dan sangat terpaksa jika ada urusan penting,” terang korban.
Setelah kejadian tersebut korban terus berusaha menenangkan diri. Hingga ia mencoba untuk melakukan konsultasi dengan psikolog. “Aku didiagnosis anxiety disorder dan Bipolar,” jelasnya.
Karena tak kunjung membaik, korban akhirnya dirujuk ke psikiater dan disana ia didiagnosis Depresi dan BPD. “Aku bingung, takut, sedih kecewa dan seringkali menyalahkan diri sendiri,” tuturnya.
Bahkan korban mengaku sempat ingin mengakhiri hidupnya. “Aku menyesali semuanya dan menyesali kehidupan aku hingga aku mencoba bunuh diri,” katanya.
Korban terus berusaha untuk menyelesaikan kasusnya dengan pelaku secara langsung dan sebisa mungkin mendapatkan bukti sehingga bisa menuntut ke organisasi sebagai ruang baginya mendapat keadilan.
Korban mengaku bertemu dengan pelaku, namun malah mendapat respon yang tidak baik. “Saat pertemuan aku merekam semuanya, dan aku memberitahu kepada senior-senior organisasi tersebut untuk minta ditindak lanjuti jika mampu. Dan mereka bilang mampu,” jelasnya.
Korban sempat menunggu beberapa bulan karena ada pergantian kepengurusan. Harapan muncul, karena ada tanggapan akan diadakan sidang sesuai yang korban mau.
“Dan ternyata salah sidangnya hanya seperti silaturahmi antara korban dan pelaku. Dan guess what guys, aku dicecar abis-abisan disuruh cerita kronologi berulang,” kata korban.
Poin akhirnya, menurut korban, tidak menemukan keadilan dalam forum tersebut. Ia justru menerima anggapan bahwa kasus yang menimpanya adalah urusan pribadi bukan urusan organisasi. Tak ada ketegasan dari sikap organisasi.
Kekecewaan korban berlanjut saat melihat pelaku tetap aktif dalam organisasi tersebut. “Ditambah bulan kemarin, aku lihat dia masih aktif diorganisasi dan hadir di acara pelantikan. Aku kecewa banget responnya sedingin itu,” tuturnya.
Berselang beberapa bulan kemudian, korban memberanikan diri speak up. “Sampai di titik aku berani cerita kondisi sekarang, dan cerita kronologisnya. Semua bukti sudah aku pegang dan aku kasih ke pihak berwenang,” tukas korban