ICW, FITRA, TII dan IBC Surati Presiden, Desak Transparansi Anggaran COVID-19
Berita Baru, Jakarta – Sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 tahun 2020, pemerintah telah menetapkan anggaran untuk penanganan COVID-19 dari Rp405,1 triliun, kemudian ditingkatkan menjadi Rp677,2 triliun melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 tahun 2020 sebagai perubahan atas Penjabaran APBN tahun anggaran 2020.
Seiring dengan perubahan kedua Penjabaran APBN tahun anggaran 2020 melalui Perpres No. 72 tahun 2020, Menteri Keuangan menyebutkan jumlah anggaran COVID-19 kembali meningkat menjadi Rp905,1 setelah program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dimasukkan sebagai salah satu komponen tambahan.
Menanggapi hal itu, Indonesia Corruption Watch (ICW), Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), Transparansi Internasional Indonesia (TII), dan Indonesia Budget Center (IBC) menuntut keterbukaan anggaran tersebut.
Empat organisasi nasional yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akuntabilitas Penanganan Dampak COVID-19 tersebut menyampaikan tuntutan melalui surat kepada Presiden Joko Widodo tentang Desakan Transparansi Penggunaan Anggaran Penanganan Dampak Pandemi COVID-19.
“Kami dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akuntabilitas Penanganan Dampak COVID-19 menilai
bahwa jajaran Pemerintah dan aparatnya belum menerapkan prinsip keterbukaan sebagaimana yang telah dimandatkan dalam UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)”. Tulis Koalisi dalam surat yang ditanda tangani oleh Adnan Topan Husodo – ICW, Akhmad Misbakhul Hasan – Seknas FITRA, J. Danang Widoyoko – TII, dan Roy Salam – IBC.
Demikian pula, lanjut Koalisi, pemerintah juga harus menerapkan beberapa UU yang juga mengamanatkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintah, seperti UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik maupun UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Koalisi juga memberikan perhatian atas minimnya informasi yang dapat diakses oleh masyarakat, organisasi masyarakat sipil dan pers, sehingga fungsi pengawasan sosial mengalami kendala dan cenderung terhambat.
“Oleh karena itu, Kami mendesak Presiden Republik Indonesia agar memberikan perintah dan arahan kepada jajaran aparatur Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah untuk menyediakan secara serta-merta berbagai jenis informasi tersebut tanpa harus diminta secara khusus oleh masyarakat dan kalangan pers”. Desak Koalisi.
Adapun isi surat desakan Koalisi tersebut sebagaimana berikut: