Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store
Pengadilan Negeri Malili menjatuhkan vonis 7 tahun penjara serta denda Rp20 juta subsider 2 bulan kepada pelaku kasus pemerkosaan terhadap seorang perempuan disabilitas.

Hakim PN Malili Vonis 7 Tahun Penjara Pelaku Pemerkosaan Perempuan Disabilitas



Berita Baru, Sulawesi Selatan – Pengadilan Negeri Malili menjatuhkan vonis 7 tahun penjara serta denda Rp20 juta subsider 2 bulan kepada pelaku kasus pemerkosaan terhadap seorang perempuan disabilitas. Kejahatan tersebut terjadi di Hotel Mireya, Sorowako, dan diatur dalam Pasal 6 huruf c jo. huruf h Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Sidang yang berlangsung di Ruang Sidang I La Galigo pada pukul 14.00 WITA dihadiri oleh keluarga korban, didampingi oleh tim pendamping hukum. Suasana sidang menjadi sunyi saat Hakim Ketua membacakan pokok-pokok putusan. Kasus ini telah berjalan hampir satu tahun sejak kejadian pada November tahun lalu.

Dalam putusannya, Hakim menyatakan bahwa terdakwa berkelakuan baik dan belum pernah dipidana sebelumnya. Namun, pihak keluarga korban merasa putusan tersebut tidak adil, mengingat hanya satu pelaku yang dihukum, sementara korban menyatakan bahwa ada tiga orang pelaku.

“Bukan soal putusan ini cukup atau tidak. Yang kami permasalahkan adalah karena yang dihukum cuma 1 orang sementara yang melakukan 3 orang,” ungkap N, tante korban, dikutip dari siaran pers yang diterbitkan oleh LBH Semarang pada Jum’at (27/9/2024).

Tim pendamping hukum korban, Lisa dari LBH Makassar, juga menyatakan kekecewaannya terhadap putusan yang lebih rendah dari tuntutan jaksa, yang awalnya menuntut 10 tahun penjara. Menurut Lisa, Hakim seharusnya bisa memutuskan pidana lebih berat berdasarkan fakta-fakta di persidangan.

“Hakim bisa memutuskan melampaui tuntutan, yang artinya Hakim seharusnya melihat kasus ini tidak sama dengan kasus pidana biasa. Tetapi kemudian pada akhirnya putusan Hakim bahkan lebih rendah dari tuntutan Jaksa,” ujar Lisa.

Lebih lanjut, Lisa menyoroti bahwa hasil visum et repertum dan asesmen psikiater yang menjelaskan kondisi korban sebagai disabilitas intelektual tidak dipertimbangkan oleh Hakim. “Padahal, menurut asesmen psikolog, korban akan mengalami trauma berat saat usianya mencapai 40 tahun,” tambahnya.

Sidang ditutup dengan ketukan palu tiga kali oleh Hakim Ketua, sementara Jaksa menyatakan akan mempertimbangkan langkah banding atas putusan yang diberikan Majelis Hakim.