Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Gerbang Tani Tolak Impor 500.000 Ton Beras

Gerbang Tani Tolak Impor 500.000 Ton Beras



Berita Baru, Jakarta – Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani) meminta Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Perum Bulog mengevaluasi kebijakan impor beras. 

Ketua Umum Gerbang Tani, Idham Arsyad menyebut impor beras saat ini membuat harga gabah petani anjlok, dan marwah sebagai negara agraris menjadi sumir dan semakin tidak jelas arahnya.

Idham menegaskan beras merupakan produk pertanian yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. 

Kecukupan dan Ketersediaan beras merupakan salah satu tugas pokok pemerintah sebagaimana mandat dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Di mana pada Pasal 12 Ayat 2 menyatakan bahwa ‘ketersediaan pangan termasuk beras merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat’.

Beras, kata Idham, juga termasuk dalam empat produk pangan yang dikhususkan oleh pemerintah di samping gula, kedelai, dan jagung untuk dijaga ketahanan pangannya sehingga pemenuhan atas barang tersebut menjadi perhatian yang penting. 

“Kebijakan impor beras harus dievaluasi karena berdampak pada anjloknya harga gabah petani dan secara otomatis akan menyusahkan petani. Impor beras juga semakin menjauhkan Indonesia untuk mencapai Kemandirian dan Kedaulatan pangan sebagaimana diamanatkan UU Pangan,” ujar Idham, kepada Beritabaru.co, Kamis (8/12).

Menurutnya, Kementerian pertanian seharusnya membuka saja peta produksi beras nasional, bagaimana produksinya, sebaran luasannya, dan dimana saja. 

“Ini baru mengurus satu komoditas beras saja kita kewalahan yang setiap tahunnya harus impor, ini sungguh preseden buruk wajah pertanian kita. Triliunan APBN yang dikelola Kementerian Pertanian  seolah tidak ada artinya, jika menyusun tata kelola perberasan saja tidak tuntas,” tegasnya.

Idham juga menyesalkan Kementerian Pertanian yang tidak memaksimalkan penyerapan gabah petani dengan harga yang bisa mensejahterakan petani.

“Sudah seharusnya harga pembelian pemerintah (HPP) ditinjau ulang, karena hal ini sudah tidak sebanding dengan biaya produksi yang tinggi,” ujarnya.

Pada musim tanam yang lalu, terangnya, petani dihadapkan pada persoalan kelangkaan pupuk sehingga banyak petani yang kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. 

“Bisa dibayangkan betapa sedihnya ketika hasil panen tidak bisa dijual dengan harga yang mensejahterakan karena adanya impor beras,” pungkasnya.