Generasi Muda Terjerat Pinjol Ilegal Akibat Fenomena FOMO dan YOLO
Berita Baru, Jakarta – Mengikuti tren gaya hidup dengan prinsip “You Only Live Once” (YOLO) dan “Fear of Missing Out” (FOMO) telah membawa dampak serius pada generasi muda, yang semakin banyak terjerat utang dari pinjaman online ilegal, yang juga dikenal sebagai pinjol ilegal. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan keprihatinan atas fenomena ini, yang memunculkan perilaku konsumtif di kalangan anak muda.
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, menyatakan bahwa saat ini banyak anak muda mengalami FOMO dan YOLO. Bahkan, fenomena baru yang disebut FOPO atau “Fear of Other People’s Opinions” juga semakin memengaruhi generasi muda, yang cenderung terlalu memperhatikan pandangan orang lain.
“Fenomena ini berimbas pada terjebaknya generasi muda dalam utang dari pinjol ilegal. Akhirnya, mereka terjerat dalam pinjaman yang sebenarnya tidak mampu mereka bayar,” kata Kiki dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan Oktober 2023.
Kiki juga mencatat fenomena “hedonic treadmill,” yaitu dorongan terus-menerus untuk meningkatkan gaya hidup. Banyak generasi muda yang selalu menginginkan lebih banyak dan lebih mewah, yang pada akhirnya mengarah pada peningkatan utang mereka.
Menurut Kiki, jeratan utang dari pinjol ilegal sering kali menjadi lebih rumit karena sebagian besar orang yang terjerat sudah memiliki utang sebelumnya. Mereka menggunakan pinjol ilegal untuk membayar utang mereka yang sudah ada, yang menciptakan situasi yang sulit untuk keluar.
Selain itu, pinjol ilegal semakin menggoda karena dana pinjaman cair lebih cepat. Data dari OJK menunjukkan bahwa nilai pinjaman macet lebih dari 90 hari dari pinjol ilegal mencapai Rp1,73 triliun pada akhir semester pertama tahun 2023, naik hampir 55% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Generasi muda, terutama mereka yang berusia antara 19 hingga 34 tahun, menjadi yang paling terpengaruh.
Keputusan generasi muda untuk terlibat dalam perilaku konsumtif ini telah memicu pertumbuhan dramatis dalam pinjaman ilegal dan menyebabkan OJK dan regulator lainnya semakin prihatin akan dampak sosial dan ekonomi yang dihasilkan.