Fasilitas Kesehatan di Suriah Tutup Akibat Penjarahan dan Kekurangan Staf
Berita Baru, Suriah – Penjarahan serta kurangnya staf dan obat-obatan membuat fasilitas-fasilitas perawatan kesehatan di Suriah terpaksa ditutup di tengah situasi keamanan yang tak menentu, demikian disampaikan badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (13/12/2024), dikutip dari laman Xinhua News.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA) mengatakan PBB dan mitranya terus mendukung respons bantuan dan melanjutkan kegiatan begitu situasi keamanan memungkinkan.
Di Suriah timur laut, mitra-mitra di bidang kesehatan membuka lebih dari 20 fasilitas kesehatan keliling guna menangani kasus kritis dan menyediakan konsultasi medis awal, menurut OCHA.
Di Suriah barat laut, 30 tim medis keliling menyediakan layanan kesehatan dasar, vaksinasi, dan perawatan untuk ibu, membantu para pengungsi, serta mendistribusikan bantuan termasuk makanan, tenda, pakaian musim dingin, perlengkapan kebersihan, dan uang tunai. Namun, para badan kemanusiaan mengatakan bahwa lebih banyak dukungan diperlukan untuk menjangkau lebih banyak orang dan membantu komunitas yang menampung pengungsi.
Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (United Nations High Commissioner for Refugees/UNHCR) melaporkan bahwa ribuan pengungsi Suriah mulai kembali ke negara mereka dari Lebanon. Mereka melintasi titik perbatasan Masnaa dan area perlintasan perbatasan lainnya, menuju Idlib, daerah pedesaan Damaskus, Kota Damaskus, Daraa, Aleppo, dan lokasi lainnya. Pada saat yang sama, masih ada warga Suriah yang mengungsi ke Lebanon.
Para pengungsi juga dilaporkan kembali dari Turkiye melalui perlintasan perbatasan Bab al-Hawa dan Bab al-Salam menuju Suriah barat laut.
Selama 14 tahun konflik dan krisis yang melanda Suriah, lebih dari 13 juta warga Suriah terpaksa meninggalkan rumah mereka, menurut UNHCR. Badan PBB tersebut belum memberikan data resmi mengenai jumlah pengungsi yang kembali atau pengungsi baru. “Salah satu tantangan utamanya adalah tidak adanya otoritas imigrasi di sisi Suriah (perbatasan),” kata perwakilan UNHCR di Suriah, Gonzalo Vargas Llosa, kepada wartawan dalam konferensi pers via telepon.
“Para pejabat imigrasi yang bertugas di sana pada rezim sebelumnya, semuanya telah mundur dari jabatan mereka dan otoritas transisi yang baru belum dapat menetapkan prosedur imigrasi, yang tentu saja menimbulkan sejumlah tantangan dan kesulitan,” paparnya.
UNHCR juga melaporkan bahwa dalam 72 jam terakhir, beberapa aktivitas mereka di daerah-daerah yang lebih aman telah dilanjutkan melalui mitra-mitra lokal. Badan tersebut mengatakan bahwa pihaknya memberikan dukungan untuk 114 pusat komunitas di Suriah, menyediakan layanan bagi pengungsi internal atau pengungsi yang kembali ke Suriah.