Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ladang Minyak di Suriah

Erdogan Tawari Rusia Ladang Minyak di Deir ez-Zor Suriah



Berita Baru, Internasional – Akhir tahun lalu, Amerika Serikat (AS) berusaha sekuat tenaga untuk “mengamankan” Suriah timur, sebuah kawasan yang kaya akan minyak. Pemerintah AS bahkan mengirim banyak pasukan ke perbatasan Turki.

Namun upaya itu mendapat kecaman dari berbagai negara. Mereka menuduh tindakan pemerintah AS melanggar hukum internasional tentang penjarahan.

Sementara itu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa dirinya telah menawarkan kerjasama pengelolaan ladang minyak di Suriah timur kepada Vladimir Putin, Presiden Rusia. Ia juga menyarankan bahwa Rusia dan Turki dapat mengelola ladang minyak di wilayah sarang ‘teroris’ itu.

Berbicara kepada wartawan selama penerbangan kembali dari Brussel pada hari Selasa (10/3), Erdogan mengatakan bahwa Putin sedang mengevaluasi tawaran. Tawaran kerjasama tersebut ia ajukan pada Putin saat pembicaraan di Moskow pekan lalu.

“Deir ez-Zor adalah wilayah lain yang kaya akan minyak. Di wilayah itu, teroris mengeksploitasi sumber daya minyak. Amerika memiliki rencana sendiri di sana,” ujar Erdogan, mengingat pembicaraan.

“Saya mengajukan tawaran kepada Presiden Putin bahwa jika dia memberikan dukungan finansial. Maka kita dapat melakukan pembangunan dan melalui minyak yang diperoleh di sana. Kita dapat membantu menghancurkan Suriah,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Erdogan juga menambahkan bahwa jika Turki dan Rusia bisa melakukan kerjasama seperti itu, maka Erdogan juga akan dapat membuat penawaran yang sama kepada Presiden Trump.

Pemerintah Rusia sendiri belum mengomentari kebenaran pengajuan penawaran kerjasama Pesiden Turki tentang pembicaraannya dengan Presiden Putin.

Namun, pada kesempatan sebelumnya, pejabat Rusia telah berulang kali mengkritik upaya negara mana pun untuk melanggar integritas wilayah Suriah atau menjarah sumber dayanya.

Pada bulan November 2019, Sergei Lavrov selaku Menteri Luar Negeri Rusia menuduh pemerintah AS berusaha memisahkan wilayah Suriah timur yang kaya akan minyak untuk menciptakan kuasa ilegal.

Lalu pada Oktober 2019, militer Rusia mengirim sejumlah intelijen dalam operasi penyelundupan minyak besar-besaran yang melibatkan AS, di antaranya CIA, militer AS, kontraktor swasta, dan milisi Kurdi.

Erdogan tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan “teroris,” namun Turki diketahui mengklasifikasikan milisi Syria’s Kurdish People’s Protection Units (Unit Perlindungan Rakyat Kurdi Suriah) sebagai teroris yang terkait dengan Turkish Kurdistan Worker’s Party (Partai Pekerja Kurdistan Turki). Turkish Kurdistan Worker’s Party adalah milisi yang telah melakukan kampanye gerilya dengan intensitas rendah terhadap Ankara sejak 1980-an.

Erdogan Tawari Rusia Ladang Minyak di Deir ez-Zor Suriah
Pejuang YPG Kurdi

Dalam komentarnya kepada wartawan, Erdogan juga mengomentari permintaan pemerintah Turki terkait sistem rudal Patriot AS.

“Kami membuat penawaran kepada Amerika Serikat tentang sistem pertahanan udara rudal Patriot: Jika AS akan memberi kami Patriot, maka lakukanlah. Kami juga dapat membeli Patriot dari AS,” ujar Erdogan.

Ia juga mengomentari ketegangan yang berkelanjutan antara pemerintah Turki dan AS mengenai keputusan Turki untuk membeli sistem rudal S-400 buatan Rusia.

“Mereka juga melunak secara signifikan pada masalah S-400 ini. Mereka sekarang pada titik ‘berjanjilah kepada kami Anda tidak akan membuat S-400 beroperasi’,” ujar Erdogan.

Sebelumnya, pejabat Turki mengindikasikan bahwa mereka berencana untuk mengoperasikan S-400 pada April.

Erdogan Tawari Rusia Ladang Minyak di Deir ez-Zor Suriah
Para militer bekerja di sekitar pesawat angkut Rusia, membawa bagian dari sistem pertahanan udara S-400, setelah mendarat di bandara militer Murted di luar Ankara

Pada Kamis (5/3) lalu, Presiden Erdogan dan Presiden Putin bertemu di Moskow untuk membahas krisis Idlib, provinsi barat laut Suriah. Krisis itu terjadi karena pasukan Turki dan Suriah terlibat dalam perang penembakan pada Februari selama operasi Syrian Army operation melawan milisi jihad yang didukung Turki.

Kemudian, kedua pihak sepakat untuk melakukan gencatan senjata, meskipun pihak Turki, termasuk Presiden Erdogan, sejak itu mengancam akan menjadi ofensif jika kesepakatan itu tidak ditaati.


SumberSputnik News