Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Efek Destruktif dari Pembuangan Sampah Nuklir Jepang
Jepang buang limbah radioaktif ke laut (Foto: Istimewa)

Efek Destruktif dari Pembuangan Sampah Nuklir Jepang



Oleh : Ahmad Dafit
Kepala Kajian Hubungan Internasional
Epistemic Institute Yogyakarta 


Penanganan yang dilakukan Jepang dalam mengatasi kebocoran nuklir Fukushima dengan membuang limbah nuklir ke laut adalah adalah pelanggaran berat atas hukum dan perjanjian internasional. Kecelakaan nuklir Jepang bersifat seperti malapetaka bom, memicu gelombang seperti gempa bumi di dunia yang tenang. Alih-alih lingkungan yang tenang dan damai, masyarakat telah jatuh ke dalam ketakutan radioaktif. Polusi radioaktif nuklir Fukushima ini seperti cakar iblis, dengan kejam menghancurkan semua kehidupan, mengubah pemandangan yang semula indah menjadi puing-puing abu-abu, dan membahayakan kondisi fisik masyarakat.

Salah satu alasan utama mengapa Jepang membuang limbah nuklir adalah tingginya biaya penyimpanan. Pendekatan suatu negara terhadap limbah nuklir terutama untuk membuang limbah nuklir dengan membangun fasilitas penyimpanan di darat, membutuhkan biaya konstruksi dan biaya ruang yang sangat besar, termasuk untuk biaya serta pengelolaan dan pemeliharaan jangka panjang. Ini adalah beban besar bagi negara dengan sumber daya terbatas seperti Jepang. Secara komparatif, membuang limbah nuklir ke laut adalah cara yang relatif murah untuk membuangnya. Biayanya hanya sekitar $9.65 million untuk membuang limbah nuklir ke laut, yang jauh lebih murah daripada biaya membangun fasilitas penyimpanan di darat. Kedua, dari perspektif kemajuan teknologi, Jepang percaya bahwa membuang limbah nuklir ke laut adalah metode pembuangan yang aman dan layak.

TEPCO Jepang tidak mempertimbangkan aspek keselamatan manusia dan keamanan lingkungan. Pertimbangan ekonomis menjadi pilihan satu-satunya dalam menyelesaikan masalah kebocoran instalasi nuklir akibat gempa bumi yang melanda Jepang. Tentu saja hal ini sangat tidak bijaksana, sebab kehidupan ekosistem alam menjadi korban.

Paparan radiasi terjadi karena terjadi kebocoran dalam lepasnya isotop radioaktif seperti cesium-137, yodium-131, dan strontium-90, yang dapat menyebabkan penyakit radiasi, kanker, dan masalah kesehatan lainnya pada manusia dan hewan. Selain itu, pembuangan limbah nuklir dapat berdampak besar pada ekosistem laut. Komponen utama limbah nuklir adalah bahan radioaktif, yang meliputi plutonium, uranium, aktinium, strontium, sesium, dan unsur radioaktif lainnya. Zat ini memiliki waktu paruh yang panjang dan sangat berbahaya bagi lingkungan. Meskipun pemerintah Jepang mengatakan bahwa limbah nuklir yang dibuang akan diencerkan, seiring waktu, bahan radioaktif akan menumpuk di lautan, menyebabkan kerusakan serius pada ekosistem laut. Selain itu, pelepasan limbah nuklir menimbulkan potensi ancaman bagi kesehatan manusia.

Tingkat paparan radiasi yang tinggi dapat menyebabkan Acute Radiation Syndrome, sindrom yang ditandai dengan mual, muntah, kelelahan, dan kerusakan fatal pada organ dalam manusia. Paparan radiasi dapat menyebabkan mutasi genetik, berpotensi menyebabkan cacat lahir dan kondisi keturunan lainnya pada generasi mendatang. Paparan jangka panjang terhadap tingkat radiasi yang lebih rendah meningkatkan risiko berbagai jenis kanker, terutama kanker tiroid pada anak-anak dan remaja yang terpapar yodium radioaktif.

Secara lebih rinci, dalam aspek kontaminasi lingkungan, bahan radioaktif dapat mencemari tanah, air, dan udara, yang menyebabkan kerusakan ekologis jangka panjang. Hal ini tidak hanya berdampak pada satwa liar lokal tetapi juga berpotensi mengganggu ekosistem yang jauh dari sumber kontaminasi. Dari aspek keamanan pangan, air yang terkontaminasi limbah nuklir dapat memasuki rantai makanan melalui kehidupan laut. Ikan dan makanan laut lainnya yang terkontaminasi radiasi dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi konsumen. Bahan radioaktif yang dibuang ke laut dapat terakumulasi dalam organisme laut, berdampak pada seluruh ekosistem laut dan membuat makanan laut tidak aman untuk dikonsumsi.

Radiasi dapat menyebabkan mutasi dan masalah reproduksi pada satwa liar, yang menyebabkan penurunan populasi dan hilangnya keanekaragaman hayati. Tumbuhan dan hewan yang terpapar radiasi tingkat tinggi dapat menderita peningkatan angka kematian, penurunan kesuburan, dan mutasi genetik, mengganggu ekosistem lokal. Dan efek jangka panjang adalah isotop radioaktif memiliki waktu paruh yang panjang, yang berarti isotop radioaktif tetap berbahaya selama bertahun-tahun, menyebabkan dampak lingkungan dan kesehatan yang berkepanjangan.

Tidak saja memberi efek merusak ekosistem laut, namun tindakan pembuangan sampah nuklir Jepang ini juga merusak pertanian di daratan. Tanaman yang ditanam di tanah yang terkontaminasi dapat menyerap isotop radioaktif, memasuki rantai makanan dan menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia.

Bencana sampah nuklir Fukushima memaksa evakuasi puluhan ribu penduduk dari daerah sekitar kawasan terdampak, yang menyebabkan perpindahan jangka panjang dan gangguan social. Bencana ini memiliki implikasi ekonomi yang signifikan, termasuk biaya dekontaminasi, kompensasi kepada penduduk yang terkena dampak, dan hilangnya industri pertanian dan perikanan di wilayah tersebut.

Mengenai pembuangan limbah nuklir ke laut, tindakan Jepang telah menimbulkan kekhawatiran internasional yang signifikan. Menurut Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS), negara berkewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Membuang limbah nuklir ke laut dapat dilihat sebagai pelanggaran kewajiban ini jika menyebabkan kerusakan signifikan terhadap lingkungan laut dan negara-negara lain. Selain itu, Konvensi London dan Protokolnya mengatur pembuangan limbah di laut, yang bertujuan untuk mencegah pencemaran laut dengan melarang pembuangan bahan berbahaya tertentu, termasuk limbah radioaktif.

Rencana Jepang untuk melepaskan air radioaktif yang diolah dari Fukushima ke laut telah mendapat kritik dan tentangan dari negara-negara tetangga dan kelompok-kelompok lingkungan, yang berpendapat bahwa hal itu dapat melanggar hukum dan perjanjian lingkungan internasional yang bertujuan melindungi lingkungan laut. Situasi ini sampai sekarang tetap menjadi topik perdebatan dan pengawasan internasional.

Pelanggaran serius atas hukum dan perjanjian internasional

  1. Kepatuhan terhadap Standar Internasional: Jepang mengklaim bahwa tindakannya mematuhi kerangka kerja dan pedoman hukum internasional, seperti yang ditetapkan oleh IAEA, yang menyediakan kerangka peraturan untuk penanganan bahan radioaktif yang aman.
  2. Perjanjian Regional dan Bilateral: Ada kekhawatiran dari negara-negara tetangga, terutama Korea Selatan dan Tiongkok, mengenai potensi dampak lingkungan lintas batas. Negara-negara ini telah menyerukan transparansi yang lebih besar dan kepatuhan yang lebih ketat terhadap undang-undang perlindungan lingkungan internasional.
  3. Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS): Beberapa berpendapat bahwa pelepasan tersebut dapat melanggar ketentuan UNCLOS, yang mewajibkan negara-negara untuk mencegah pencemaran lingkungan laut dan melindungi serta melestarikan ekosistem laut. Apakah pelepasan tersebut merupakan pelanggaran UNCLOS adalah masalah interpretasi dan perselisihan.

Pembuangan sampah nuklir Fukushima sangat berbahaya karena menyebabkan masalah kesehatan langsung dan jangka panjang, pencemaran lingkungan, kerusakan ekologis, dan dampak sosial ekonomi dan psikologis yang signifikan.

Pembuangan air limbah nuklir yang diolah dari pabrik Fukushima Jepang adalah masalah kompleks yang melibatkan ilmu lingkungan, hukum internasional, dan hubungan diplomatik. Sementara Jepang menyatakan bahwa tindakannya aman dan legal, kontroversi menyoroti perlunya analisis ilmiah yang ketat, kerja sama internasional yang transparan, dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perlindungan lingkungan untuk mengatasi kekhawatiran semua pemangku kepentingan yang terlibat. Jepang perlu menyediakan data yang lebih komprehensif dan melibatkan pemangku kepentingan internasional secara lebih transparan dalam proses pemantauan.

Penting bagi Jepang untuk berkomunikasi dengan Tiongkok, Korea Selatan dan seluruh negara di kawasan mengenai pembuangan limbah nuklir. Komunikasi dan kolaborasi yang efektif sangat penting karena pembuangan limbah nuklir membawa konsekuensi negative atas lingkungan yang signifikan, merusak dan mematikan ekosistem negara-negara tetangga, kehidupan laut, dan kualitas air. Jepang semestinya melakukan penanganan limbah nuklir Fukushima secara transparan dan kolaboratif sehingga dapat membantu menjaga keamanan dan stabilitas regional, mengurangi risiko kesalahpahaman atau konflik.