Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Dudy

Dudy Rudianto, Evello, dan Peran Besar Big Data untuk Masyarakat



Berita Baru, Tokoh – Di tengah perputaran informasi yang semakin tidak terbendung dan perkembangan teknologi yang pesat, Big Data menjadi salah satu hal yang banyak pihak membutuhkannya.

Pola pekerjaan Big Data simpel sebenarnya, yakni membantu seseorang untuk menemukan pola kecenderungan kelompok tertentu di media sosial atau pun portal berita daring terkait sebuah isu.

Meski demikian, seperti disampaikan oleh Founder Evello—salah satu perusahaan Big Data di Indonesia—Dudy Rudianto dalam gelar wicara Bercerita ke-89 Beritabaru.co pada Selasa (22/3), membangun sistemnya yang susah sama sekali.

Dudy menengarai, untuk membangun sistem Big Data, seseorang atau suatu kelompok butuh lebih dari satu tahun.

“Membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk membangun sistemnya dan keterampilan yang tidak mudah. Harus berlatih selama 8 jam dalam satu hari dan ini untuk yang memiliki latar belakang IT,” jelasnya.

“Lalu bagaimana dengan yang tidak memiliki dasar di IT? Tetap bisa, tapi ya usahanya harus 3 kali lipat,” imbuhnya dalam podcast yang ditemani oleh Rinda Rachmawati, host Beritabaru.co.

Kisah panjang Evello

Dalam kaitannya dengan proses membangun sistem Big Data, Dudy menceritakan awal mulanya ia memikirkaan Evello dan kali pertama Evello digunakan.

Kelahiran Evello, katanya, berhubungan dengan strategi Presiden Amerika Serikat ke-44 Barack Obama dalam merespons masyarakat Texas pada sekitar tahun 2012 terkait pernikahan satu jenis.

Obama mendukung pernikahan sejenis, tapi masyarakat Texas sebaliknya. Untuk mengakomodasi ini, Obama memanfaatkan jasa Big Data dan ia, ungkap Dudy, berhasil mengatasinya dengan sangat baik.

“Dari situ, kami merasa bahwa keren ya Big Data dan akhirnya, saya dan beberapa kawan menginisiasi Evello,” kata Dudy.

Pada tahun yang sama, di Indonesia pun sedang ramai soal jumlah pengguna Facebook dan Twitter. Indonesia adalah penyumbang pengguna Facebook ke-4 di dunia, setelah Amerika, Brazil, dan Arab Saudi kala itu, sedangkan Twitter berada di urutan ke-3.

“Soal pengguna terbesar ini, banyak pihak membanggakannya, tapi kami justru malah resah, masak menjadi pengguna saja bangga. Dan akhirnya ya begitu, kami kepikiran Evello,” paparnya.   

Dari dua (2) hal tersebut, maka berdirilah Evello secara resmi pada 2013 dan satu tahun setelahnya, ia langsung digunakan untuk membaca pola kecenderungan warganet terkait Pilihan Presiden (Pilpres) 2014.

Cara kerja dan kelebihan

Dudy menerangkan cara kerja Evello melalui perumpamaan kliping. Big Data, katanya, bekerja seperti ketika seseorang melakukan kliping pada zaman pra-Yahoo dulu.

Dalam kliping, seseorang akan mencari sumber terlebih dahulu, yang dalam kasus ini biasanya koran dan majalah. Lantas, mencari tema: isu apa yang akan ia potong-potong.

Setelah sumbernya didapat, isu ditemukan, dan sudah dipotong, maka langkah selanjutnya adalah memutuskan untuk menempelkan di mana.

Ia bisa memilih antara menempel di buku, dinding kamar, tempat majalah dinding (mading), atau lainnya. Yang jelas, hasil pemilahan atau potongan tadi tertempel.

Bagaimana Big Data, tegas Dudy, persis dengan itu, hanya saja yang melakukan bukan manusia, tapi mesin atau kecerdasan buatan.

“Mudahnya, Big Data itu ya seperti kliping pada masa dulu, sebelum ada Yahoo. Di masa itu, masyarakat mendapatkan informasi dengan cara kliping atau melalui koran-koran dan majalah, mengumpulkan satu isu dari mereka sebagai sumber data,” jelas Dudy.

Jika dibandingkan dengan mesin pencarian seperti Google, modelnya pun tidak berbeda jauh. Keduanya sama-sama mesin pencari, tapi produk akhirnya beda.

Untuk konteks berita, hasil akhir dari Google berhenti di penyajian berita, sedangkan hasil akhir dari Evello adalah data statistik.

Ringkasnya, tahapan pemrosesan Evello adalah mencari atau mengambil data, menyimpan, mengolahnya berdasarkan kategori, dan menyajikan.

“Selepas data disajikan maka barulah para analis bekerja, yakni menganalisis hasil dari kinerja Big Data untuk kepentingan tertentu,” ungkap Dudy.

Adapun mengenai kelebihan Evello, Dudy menegaskan bahwa Evello berbeda dari perusahaan Big Data lainnya dalam hal sumber yang bisa dijangkau.

Evello bisa memproses data tidak saja di Twitter, tapi semua media sosial yang populer di Indonesia, seperti Tik Tok, Youtube, Facebook, dan sebagainya, bahkan termasuk media-media berita daring di Indonesia.

“Kalau ditanya perbedaan, mungkin polanya sama ya, tapi kalau kelebihan, Evello bisa menyajikan data secara lebih lengkap,” ungkap Dudy.

Peran konkret

Di balik kelebihan di muka, tersimpan peran yang signifikan. Dudy menceritakan, untuk situasi hari ini, Big Data bisa memberikan kontribusi bagi persoalan yang nyata di masyarakat.

Maskud nyata di sini merujuk pada pengalaman Evello bersama salah satu kementerian di Indonesia, yaitu dalam hal melakukan pemantauan terhadap masyarakat yang membutuhkan.

Melalui sistemnya, Evello bisa dengan mudah menemukan siapakah di bumi Indonesia ini, umpamanya, yang kesulitan untuk makan, yang tinggal di rumah yang tidak layah dihuni, dan semacamnya.

Karena Evello bisa melakukan pekerjaan tersebut dengan tingkat akurasi yang cukup tinggi, maka di waktu bersamaan kementerian terkait bisa menggunakannya untuk mengirimkan bantuan secara efisien dan efektif.

Jadi, melalui Big Data, pemerintah bisa melakukan eksekusi program bantuan hanya dalam satu hari. Pagi penjaringan siapa yang tepat untuk menerima bantuan, siang validasi data, dan sore masyarakat yang membutuhkan sudah bisa menerima bantuannya.

“Jadi, poinnya adalah soal problem masyarakat riil, Evello bisa memberikan sumbangan terbaiknya dan ini hanya salah satunya, di luar ini masih banyak contoh kasusnya,” jelas Dudy.