Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah melihat proses pembuatan Sigaret Kretek Tangan (SKT) saat Kunjungan Kerja di PT. Aroma Sukowati (Mitra Produksi Sigaret Sragen), Sabtu (26/3). (Foto: Dok. Istimewa)
Anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah melihat proses pembuatan Sigaret Kretek Tangan (SKT) saat Kunjungan Kerja di PT. Aroma Sukowati (Mitra Produksi Sigaret Sragen), Sabtu (26/3). (Foto: Dok. Istimewa)

DPR Dorong Ekosistem IHT Berkeadilan dan Memihak Kepentingan Rakyat



Berita Baru, Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah mendorong pemerintah menciptakan ekosistem industri hasil tembakau (IHT) yang berkeadilan bagi petani dan mata rantai yang menggantungkan nasibnya pada industri tembakau.

Anggota dewan yang akrab disapa Luluk itu memandang penting karena sektor pertembakauan banyak menerima tekanan dan intervensi asing. Bahkan menurutnya, tidak jarang kelompok-kelompok tersebut berani mendorong aktivitas yang bertentangan dengan Konstitusi. 

Legislator dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) ini menilai, tembakau merupakan komoditas yang memiliki efek berganda dan sangat tinggi terhadap ekonomi nasional.

“Saya menolak kebijakan yang memusuhi dan mematikan IHT nasional karena dampaknya akan sangat besar terhadap ekosistem IHT. Bukan hanya kepada pabrikan, para buruh, petani tembakau, bahkan sampai ke pengecer yang akan merasakan dampak buruk kebijakan tersebut,” kata Luluk, saat kunjungan kerja ke PT. Aroma Sukowati (Mitra Produksi Sigaret Sragen), Sabtu (26/3) lalu.

Luluk menjelaskan misalnya terkait para petani tembakau yang belum mendapatkan manfaat dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) secara optimal. Padahal, petani tembakau seharusnya menjadi prioritas dalam imbal balik DBHCHT.

Terlebih selama ini, kata Luluk, penerimaan CHT pemerintah terus meningkat. Tahun lalu pemerintah berhasil menghimpun CHT senilai Rp 188,81 triliun. Sementara tahun ini, penerimaan CHT ditargetkan Rp 193 triliun. 

Hal serupa juga disebut Luluk terjadi pada industri kelapa sawit, dimana para petani sawit juga minim mendapatkan manfaat dari dana pungutan sawit yang dihimpun oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Lebih lanjut, Luluk mengungkap dana Rp130 triliun yang dihimpun BPDPKS, hanya sekitar Rp6,6 triliun yang dapat dimanfaatkan kembali oleh petani kelapa sawit. 

“Jadi sistem yang diterapkan harus berkeadilan, dan mendukung kepentingan rakyat. Karena kebijakan apapun kalau tidak dapat dukungan dari masyarakat akan sangat berbahaya. Ini masukan yang saya sering sampaikan kepada pemerintah,” jelasnya.

“Negara harus ingat terhadap mereka yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka yang patut diingat ini bekerja keras, diperas keringatnya, air matanya, tenaganya, untuk pertumbuhan negara,” sambung Luluk.

Apalagi, lanjut Luluk, IHT juga merupakan industri yang padat karya, terutama segmen sigaret kretek tangan (SKT) yang mayoritasnya merupakan buruh perempuan. Menciptakan ekosistem IHT yang berkeadilan sesuai Konstitusi akan turut mendukung pemberdayaan perempuan sekaligus mendorong industri padat karya sesuai dengan cita-cita besar bangsa.

Selain soal ekosistem berkeadilan di dalam negeri, Luluk juga mengimbau pemerintah agar dapat independen dalam menyusun kebijakan IHT. Ini terkait maraknya kampanye hitam terhadap IHT yang disokong oleh agenda internasional soal Kesehatan.

Menurutnya, kampanye hitam tersebut tak melulu menjunjung soal kesehatan, melainkan memiliki agenda ekonomi. Kampanye-kampanye hitam terhadap IHT nasional dinilai Luluk punya muatan ekonomi.

Makanya, tutur Luluk, ada keterdesakan dari pemerintah untuk melindungi IHT nasional. Pasalnya, hal tersebut dapat mengganggu IHT, terutama rokok-rokok kretek yang merupakan produk khas dan warisan asli Indonesia. 

“Sementara IHT sebagai industri padat karya yang memproduksi kretek tangan hanya ada di Indonesia, itu pun mau dihancurkan kelompok- kelompok sarat kepentingan. Ini harus dilawan, karena kita tahu cara pikir dan cara kerja di balik regulasi-regulasi yang tidak murni membawa alasan kesehatan,” urainya.

“Ini tugas kita bersama agar tak semakin terpinggir oleh kepentingan apapun. Karena regulasi di Indonesia harus berdasarkan Konstitusi. Maka, kita utamakan dan jamin perlindungan terhadap petani tembakau, yang juga warga negara Indonesia, pastikan suaranya didengar. Hal tersebut adalah bagian kewajiban kita bernegara,” tambah Lulum.

Tak hanya kepada pemerintah, Luluk juga mengimbau para perusahaan rokok turut mendorong terciptanya ekosistem IHT yang berkeadilan. Luluk berharap para pabrikan rokok besar turut membantu petani meningkatkan kualitas tembakau sehingga kualitas panen dapat optimal. 

Dalam jangka panjang, Luluk juga turut mengusulkan didirikannya sekolah tinggi perkebunan tembakau agar dapat bersinergi sekaligus memperbarui teknologi pertanian tembakau agar mampu bersaing dengan perkembangan zaman.