Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Dirjen Pajak Ungkap Alasan Rencana Pemerintah Ubah Kebijakan PPN untuk Kurangi Distorsi

Dirjen Pajak Ungkap Alasan Rencana Pemerintah Ubah Kebijakan PPN untuk Kurangi Distorsi



Berita Baru, Jakarta – Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengungkapkan salah satu alasan pemerintah berencana mengubah kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) adalah untuk mengurangi distorsi.

Hal itu disampaikan Suryo dalam webinar Diskusi Publik Fraksi PKB bertajuk Perluasan Basis Pajak di Era Pandemi, Rabu, 16 Juni 2021.

Suryo menyebutkan, PPN sejatinya menjadikan semua barang dan jasa dikenakan pajak. Namun, dalam implementasinya di Indonesia, ada berbagai pengecualian sehingga beberapa jenis barang dan jasa tidak dikenakan PPN.

“Sistem PPN perlu kita lakukan perbaikan karena dengan adanya pengecualian tadi, tidak kena PPN, bebas PPN, distorsi muncul,” kata Suryo dikutip kanal YouTube PKBTV, Rabu (16/6/2021).

Suryo menjelaskan berbagai fasilitas PPN membuat kinerja penerimaan belum optimal. Pasalnya, lanjut Suryo, tingkat efektivitas pemungutan PPN baru sebesar 60 persen. Menurutnya, performa tersebut dipengaruhi adanya kelompok barang dan jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN.

Selain itu, tambah Suryo, banyaknya pengecualian PPN membuat tergerusnya daya saing produk nasional oleh produk impor. Pasalnya, dengan adanya pengecualian PPN itu, setiap pembelian barang kena pajak dan jasa kena pajak berkaitan dengan aktivitas usaha tidak bisa dikreditkan. Alhasil, biaya tersebut dikompensasi melalui peningkatan harga jual barang atau jasa.

“Misalnya, perusahaan produsen beras. Untuk mendukung produksi itu dibutuhkan alat seperti traktor dan pupuk. Itu barang kena pajak dan pajak masukan dari transaksi itu mau dikemanakan? Akhirnya, banyak yang terjadi hilirisasi tidak muncul,” ujar Suryo.

Suryo menambahkan, dalam konteks pengurangan pengecualian PPN, termasuk terhadap sembako, pemerintah juga akan mempertimbangkan keseimbangan. Meskipun menjadikan barang sebagai barang kena pajak (BKP), lanjutnya, pemerintah tetap bisa memberikan tarif yang berbeda.

“Kalau barang dan jasa yang sifatnya umum, ya kita gunakan tarif yang sifatnya umum. Tapi kalau untuk jenis barang dan jasa yang sangat spesifik dibutuhkan masyarakat banyak, ya tarifnya berbeda atau bahkan kita berikan insentif,” pungkas Suryo.