Cara Islam, Katolik dan Kristen dalam Mengurus Jenazah COVID-19
Berita Baru, Jakarta – Kehilangan orang terkasih dan terdekat seringkali membuat sejumlah orang syok hingga salah polah. Tidak jarang juga berbagai prosedur bahkan terabaikan. Akibatnya, alih-alih melepas mendiang dengan hikmat, kita malah menjadi ancaman buat kesehatan bersama.
Hal tersebut sangat mungkin terjadi pada situasi saat ini, di mana wabah Covid-19 telah merebak. Kesalahpahaman bisa saja muncul terkait dengan pengurusan jenazah terinfeksi virus Corona.
Sebuah video beredar di masyarakat yang memperlihatkan kehebohan keluarga dan para pelayat yang membuka dan melihat jenazah seorang perempuan yang berstatus Pasien Dalam Pengawasan (PDP) Covid-19 di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra). Video peristiwa itu menjadi viral di media sosial.
Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dr. Rabiul Awal menyayangkan sikap keluarga yang tidak mematuhi prosedur pemulasaran jenazah dengan standar korban terinfeksi Covid-19, sesuai protokol Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).
Situasi seperti itu terjadi karena kurangnya pemahaman dan kepatuhan akan standar pengamanan jenazah yang sudah terduga Covid-19, meski belum ada hasil laboratorium. Otomatis keluarga maupun pelayat yang bersentuhan dengan jasad bisa dikategorikan Orang Dalam Pemantauan (ODP). Mereka harus mengkarantina diri selama 14 hari di rumah dan melakukan tes spesimen.
Sebenarnya bagaimana mengurus jenazah pasien virus Corona? Menteri Agama Fachrul Razi menjelaskan bahwa jenazah pasien positif Corona akan diurus oleh tim medis dari rumah sakit rujukan yang telah ditunjuk resmi oleh pemerintah.
Pemakaman dapat dilakukan oleh pihak keluarga/pihak lain setelah mendapat petunjuk dari rumah sakit rujukan.
“Petugas pemakaman tersebut harus memakai alat pelindung diri untuk petugas kesehatan, kemudian dimusnahkan selesai pemakaman. Untuk jenazah muslim/muslimah, pengurusan jenazah tetap memperhatikan ketentuan syariah yang mungkin dilakukan, dan menyesuaikan dengan tata-cara sesuai petunjuk rumah sakit rujukan,” imbuh Menag Fachrul Razi.
Untuk pelaksanaan shalat jenazah, dianjurkan agar dilakukan di RS Rujukan. Jika tidak, salat jenazah di masjid yang sudah dilakukan proses pemeriksaan sanitasi secara menyeluruh. Salat pun dilakukan tanpa menyentuh jenazah.
“Kemenag akan segera membuat Posko Corona/Covid 19 untuk menjawab keluhan-keluhan dari lapangan, sekaligus mengintensifkan komunikasi dengan Posko RS Rujukan,” tegas Menag.
Adapun terkait teknis mengurus jenazah, Menag meminta petugas mengikuti petunjuk sebagai berikut:
Pertama, sebelum memandikan/menyemayamkan jenazah, petugas perlu melindungi diri dengan memastikan keamanan dan kebersihan dirinya terlebih dahulu. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:
1. Mengenakan pakaian pelindung, sarung tangan, dan masker. Semua komponen pakaian pelindung harus disimpan di tempat yang terpisah dari pakaian biasa.
2. Tidak makan, minum, merokok, maupun menyentuh wajah saat berada di ruang penyimpanan jenazah, autopsi, dan area untuk melihat jenazah.
3. Menghindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh jenazah.
4.Selalu mencuci tangan dengan sabun atau sanitizer berbahan alkohol. Jika memiliki luka, menutupnya dengan plester atau perban tahan air.
5. Sebisa mungkin, mengurangi risiko terluka akibat benda tajam.
Kedua, apabila petugas terkena darah atau cairan tubuh jenazah, berikut hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Jika petugas mengalami luka tertusuk yang cukup dalam, segera bersihkan luka dengan air mengalir.
2. Jika luka tusuk tergolong
kecil, cukup biarkan darah keluar dengan sendirinya.
3. Semua insiden yang terjadi saat menangani jenazah harus dilaporkan kepada
pengawas. Ketiga, perawatan jenazah ketika terjadi wabah penyakit menular
umumnya juga melibatkan desinfeksi. Desinfeksi biasanya dilakukan dengan
menyemprotkan cairan klorin pada jenazah serta petugas medis yang akan
menangani jenazah. Namun, desinfeksi saja tidak cukup untuk menghalau penyakit
infeksi. Petugas medis tetap harus menggunakan pakaian dan alat pelindung,
sering mencuci tangan, serta mandi dengan sabun khusus setelah menangani
jenazah.
Keempat, pengurusan jenazah dengan penyakit menular biasanya diakhiri dengan penguburan atau kremasi, tergantung kondisi. Apabila jenazah dikubur, lokasi penguburan harus berjarak setidaknya 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk minum. Lokasi penguburan juga harus berjarak setidaknya 500 meter dari pemukiman terdekat.
Kelima, jenazah harus dikubur setidaknya pada kedalaman 1,5 meter, lalu ditutup dengan tanah setinggi satu meter. Tanah perkuburan pun harus diurus dengan hati-hati. Jika terdapat jenazah lain yang hendak dikubur, jenazah tersebut sebaiknya dikubur di area terpisah.
Keenam, bila keluarga ingin jenazah dikremasi, lokasi kremasi setidaknya harus berjarak 500 meter dari permukiman terdekat. Kremasi sebaiknya tidak dilakukan pada beberapa jenazah sekaligus untuk mengurangi polusi asap.
Ketujuh, setelah seluruh prosedur perawatan dilakukan, semua bahan, zat kimia, ataupun benda lainnya yang tergolong limbah klinis harus dibuang di tempat yang aman. Desinfeksi pun dilakukan kembali pada petugas medis dan semua barang yang digunakan dalam perawatan jenazah.
Kedelapan, perawatan jenazah dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit menular. Namun, selama dilakukan sesuai prosedur keamanan dan kebersihan, perawatan jenazah justru dapat membantu mencegah penularan penyakit lebih lanjut.
Adapun Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama juga sudah menerbitkan protokol pengurusan jenazah pasien Covid-19 yang beragama Katolik.
Plt Dirjen Bimas Katolik Aloma Sarumaha mengatakan protokol diterbitkan sebagai panduan bersama jika ada umat Katolik yang meninggal dengan status pasien Covid-19. “Protokol ini kami susun setelah berkoordinasi dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI),” terang Aloma Sarumaha di Jakarta, Kamis (26/03/2020).
Berikut ini protokol pengurusan jenazah Covid-19 beragama Katolik:
1. Pengurusan jenazah pasien Covid-19 dilakukan oleh petugas kesehatan pihak Rumah Sakit yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.
2. Jenazah pasien Covid-19 dipakaikan pakaian sepantasnya lalu dimasukkan ke dalam kantung jenazah bahan dari plastik (tidak dapat tembus air) dan kemudian dimasukkan ke dalam peti jenazah.
3. Jenazah yang sudah dimasukkan ke dalam peti tidak boleh dibuka lagi kecuali dalam keadaan mendesak seperti autopsi dan hanya dapat dilakukan oleh petugas berwenang.
4. Jenazah disemayamkan tidak lebih dari 4 jam.
5. Khusus mengenai penghantaran jenazah ke pemakaman mengikuti prosedur yang diatur oleh Pemerintah, dalam hal ini Dinas Kesehatan, sehingga petugas Gereja Katolik untuk urusan ibadah pemakaman harus mengikuti prosedur tersebut.
6. Ibadah pemakaman diatur oleh petugas Gereja Katolik sesuai dengan prosedur ibadah pemakaman biasa dengan hanya mengikutsertakan perwakilan keluarga yang jumlahnya disesuaikan berdasarkan saran atau petunjuk petugas kesehatan.
7. Selama ibadah pemakaman, seluruh petugas Gereja Katolik dan perwakilan keluarga harus mengikuti prosedur kesehatan menyangkut sanitasi, physical distancing, dan hal-hal lainnya yang diatur dalam pencegahan infeksi Covid-19.
Ditjen Bimas Kristen Kemenag menerbitkan panduan Pelayanan Pemberkatan Nikah dan Penguburan Jemaat. Panduan ini disampaikan kepada Pimpinan Induk Organisasi Gereja (Sinode), Pimpinan Jemaat, dan Umat Kristen seluruh Indonesia
Berkaitan dengan pelayanan ibadah Penguburan Orang Meninggal, kata Dirjen Bimas Kristen Thomas Pentury, untuk penanganan pasien yang meninggal karena positif corona dilaksanakan dengan SOP penguburan orang meninggal dari Satgas Kesehatan. Penguburan dapat juga mengikuti Panduan Pelayanan dan Ibadah Perkabungan Warga Gereja Positif Covid-19 yang dikeluarkan oleh PGI.
“Bagi jemaat yang meninggal bukan karena Positif Covid-19, dapat dilakukan berdasarkan tata ibadah gereja masing-masing dengan tetap berpatokan kepada maklumat Kapolri RI serta tetap menjaga jarak dalam pelayanan,” jelas Dirjen Bimas Kristen Thomas Pentury di Jakarta, Sabtu (28/03).
Thomas Pentury menegaskan, panduan ini disusun berdasarkan Maklumat Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Nomor: Mak/2/III/2020 tanggal 19 Maret 2020 tentang Kepatuhan Terhadap Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19).
Salah satu isi maklumat tersebut adalah tidak mengadakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang menyebabkan berkumpulnya massa dalam jumlah banyak, baik di tempat umum maupun di lingkungan sendiri, yaitu pertemuan Sosial Budaya, Keagamaan dan Aliran Kepercayaan dalam membentuk Seminar, Lokakarya, Sarasehan dan kegiatan lainnya yang sejenis, ini menyatakan dengan tegas bahwa kegiatan – kegiatan pelayanan keagamaan dengan mengundang jemaat dalam jumlah besar tidak boleh dilakukan.