BRIN dan BPOM Kembangkan Registrasi Produk Pangan Berbasis AI
Berita Baru, Jakarta – Dalam seminar bertema “Transformasi Sistem E-Reg RBA Berbasis Kecerdasan Buatan dan Kesiapan Pelaku Usaha: Tantangan dan Kebutuhan Solusi” yang digelar Selasa (10/9), Kepala Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan (PR EMK) BRIN, Zamroni, menyoroti peran penting kecerdasan buatan (AI) dalam mempercepat proses registrasi produk pangan olahan. Ia menyatakan bahwa penerapan AI dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam proses e-reg RBA, sehingga mampu mengatasi berbagai masalah yang muncul selama proses tersebut.
“Harapannya, kita bisa meminimalisir insiden keamanan pangan. Karena kita harus memastikan aman secara kualitas yang bisa menjamin konsumsi pangan bagi masyarakat,” ungkap Zamroni.
Penerapan sistem berbasis AI ini diharapkan dapat membantu dalam menyederhanakan proses filterisasi dan pengecekan data untuk menjamin keamanan pangan. Dengan demikian, program ini diharapkan mampu diterima oleh berbagai sektor industri di Indonesia dan mendukung implementasi yang direncanakan pada 2025. Acara ini juga dihadiri oleh perwakilan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan komunitas terkait, yang turut mendorong masyarakat agar lebih mudah mengecek produk pangan yang akan dikonsumsi.
Zamroni menekankan bahwa ada dua aspek penting yang harus diperhatikan, yaitu food security dan food safety. Ia menjelaskan bahwa setiap produk yang dikonsumsi masyarakat Indonesia harus melalui proses registrasi di BPOM untuk menjamin keamanannya.
“Ketika industri mikro dan kecil berhasil melalui proses registrasi di Badan POM, maka food safety menjadi krusial bagi industri kecil dalam melakukan ekspor ke luar negeri,” jelasnya.
Sintia Ramadhani, Direktur Registrasi Pangan Olahan, juga menyampaikan pentingnya keamanan pangan sebagai hak asasi manusia. Menurutnya, keamanan pangan adalah kondisi yang mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang bisa mengganggu kesehatan manusia. “Selain keamanan pangan, yang harus diperhatikan juga daya saing produk dalam negeri, terutama yang diproduksi oleh UMK,” tambah Sintia.
Untuk mendukung pelaksanaan keamanan pangan nasional, kolaborasi sinergis antara pemerintah, industri, dan konsumen diperlukan. Kolaborasi ini dapat melibatkan Bank Indonesia, Rumah BUMN, Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT), perguruan tinggi, dan dinas terkait guna membantu industri kecil dan mikro mencapai standar food safety, baik untuk pasar lokal maupun global.
Pengawasan terhadap pangan olahan dilakukan oleh Badan POM, baik sebelum produk beredar (pre-market) maupun setelah beredar (post-market), guna memastikan persyaratan keamanan, mutu, dan gizi terpenuhi. Penggunaan AI diharapkan dapat mempercepat proses ini, memungkinkan pelaku usaha mempercepat penerbitan izin edar dan meningkatkan daya saing produk lokal.
Peneliti Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan BRIN, Bahtiar Rifai, menjelaskan bahwa proses legalitas dan izin edar Badan POM masih menjadi tantangan terbesar bagi industri mikro dan kecil (IMK). “Semakin besar skala usaha, semakin besar pula kemampuan memenuhi persyaratan izin edar,” ujarnya.
IMK sering menghadapi kendala dalam memenuhi syarat registrasi, mulai dari biaya renovasi ruang produksi sesuai standar BPOM hingga analisis laboratorium. Namun, melalui kerja sama dengan berbagai pihak, transformasi sistem e-reg diharapkan dapat mengefisienkan proses evaluasi dan mempermudah IMK dalam memenuhi syarat registrasi produk.