Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

BMKG Ungkap 3 Faktor Pemicu Hujan Ekstrem Hingga 2 Januari di Indonesia
Ilustrasi hujan ekstrim. (Foto: Istimewa)

BMKG Ungkap 3 Faktor Pemicu Hujan Ekstrem Hingga 2 Januari di Indonesia



Berita Baru, Jakarta – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan tiga faktor yang membuat hujan ekstrim mengguyur sejumlah wilayah di Indonesia hingga 2 Januari mendatang.

“Mulai hari ini hingga 2 Januari kondisi dinamika atmosfer yang dapat memicu peningkatan curah hujan. Hujan ekstrem itu tidak harus berupa badai dan hujan ekstrim itu tadi diprediksi dimulai. Mulai jadi tren yang sudah terlihat, ya sudah terlihat sejak 21 Desember dan trennya ini semakin meningkat di 29 [Desember]. Jadi itu hujan lebat bukan pusaran,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam keteranganya secara virtual, Selasa (27/12).

Menurutnya BMKG sudah mengungkap prediksi cuaca buruk periode Natal dan Tahun Baru 2023 itu pada 21 Desember. Pada hari ini, 27 Desember pihaknya melakukan evaluasi.

Hasilnya prediksi atau perkiraan tersebut konsisten atau sesuai dengan kejadian yang ada. Bahkan sejak kemarin, Senin (26/12), BMKG mendeteksi ada penambahan satu fenomena baru.

“Kondisi dinamika atmosfer yang dapat memicu peningkatan curah hujan tersebut antara lain masih sama dengan 21 Desember, namun intensitas, yang intensitasnya semakin menguat,” turur Dwikora.

3 Pemicu Curah Hujan Meningkat

Kepala BMKG Dwikora menjelaskan, faktor pertama yang memicu meningkatnya curah hujan di Tanah Air adalah penguatan intensitas Monsun atau Monsoon Asia dalam beberapa hari terakhir.

Monsoon Asia sendiri, lanjutnya, merupakan pergeseran pola angin musiman yang signifikan di wilayah yang meliputi anak benua India, Asia Tenggara, dan China. 

“Fenomena ini dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara signifikan di wilayah Indonesia bagian barat, tengah, dan selatan. Monsun ini juga kerap dikaitkan dengan peningkatan tinggi gelombang di kawasan pesisir,” kata Dwikora.

Faktor kedua yaitu seruakan dingin yang berasal dari dataran tinggi Tibet. Serukan angin (cold surge) merupakan aliran massa udara dingin yang berasal dari daratan Asia sekitar Tibet lewat Laut China Selatan hingga ke wilayah Indonesia bagian barat saat monsun Asia musim dingin.

“Seruakan dingin Asia yang dapat meningkatkan kecepatan angin permukaan di wilayah Indonesia bagian barat dan selatan, serta meningkatkan potensi awan hujan di sekitar Kalimantan, Sumatera, Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara,” kata Dwikora.

Ketiga adalah fenomena aliran lintas ekuator yang dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara intensif. Fenomena aliran lintas ekuator (cross equatorial flow), tutur Dwikora, merupakan aliran udara dari belahan bumi bagian utara dan melintasi equator.

Dalam jurnal yang diterbitkan BPPT dengan judul ‘Dinamika Atmosfer di Indonesia Bagian Barat’, karya Tyas Tri Pujiastuti, menjelaskan bahwa cross equatorial flow ini ditandai dengan arah angin dominan dari utara di wilayah equator, sehingga seringkali disebut juga sebagai Cross Equatorial Northerly Surge (CENS)

“Tiga fenomena itu dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara lebih intensif di wilayah Indonesia bagian barat tengah dan selatan,” jelas Dwikora.