Baleg DPR RI Dengarkan Masukan Jurnalis, RUU Penyiaran dikembalikan ke Pengusul
Pamekasan, Berita Baru – Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Beleg DPR RI) memastikan akan mengembalikan draft Rencana Undang-undang Penyiaran ke Komisi I karena menimbulkan kontroversi.
Keberadaan RUU tersebut menimbulkan kontroversi di berbagai daerah oleh insan media termasuk di Kabupaten Gerbang Salam tersebut, sehingga perlu banyak masukan.
Wakil Ketua Baleg DPR RI Dr H Achmad Baidowi saat melaksanakan dengar pendapat dengan sejumlah Jurnalis di Pamekasan menyampaikan, terkait RUU Penyiaran banyak yang mengartikan akan membungkam kebebasan pers dan hak berpendapat masyarakat.
“Kami Wakil Ketua Baleg DPR RI akan terus membuka ruang se luas-luasnya bagi semua pihak, mendukung diskusi sebagai bahan masukan pembahasan RUU Penyiaran dengan komisi I DPR RI,” katanya di Pamekasan, Minggu (26/5).
Awiek sapaan akrabnya Achmad Baidowi memastikan bahwa revisi UU Penyiaran tidak membungkam kebebasan pers di Indonesia.
“Tidak ada tendensi untuk membungkam pers dengan RUU Penyiaran ini,” kata Awiek saat menjelaskan Revisi UU 32/2002 tentang Penyiaran.
Lanjutnya, DPR RI terus membuka diri terhadap masukan seluruh lapisan masyarakat terkait RUU Penyiaran. Hal itu karena RUU masih akan diharmonisasi di Badan Legislasi DPR RI dan beberapa pasal RUU Penyiaran yang mendapatkan kritik, bukan produk final.
“Apalagi RUU yang beredar saat ini bukan produk yang final, sehingga masih sangat dimungkinkan untuk terjadinya perubahan norma dalam RUU Penyiaran,” kata Politisi PPP yang juga pernah wartawan ini.
Awiek pun menuturkan bahwa draf RUU Penyiaran saat ini masih berada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan belum dilakukan pembahasan dengan Pemerintah.
“RUU Penyiaran saat ini belum ada, yang beredar saat ini adalah draf yang mungkin muncul dalam beberapa versi dan masih amat dinamis. Sebagai draf tentu penulisannya belum sempurna dan cenderung multi tafsir,” katanya.
Untuk itu, Awiek menegaskan bahwa DPR RI membuka ruang seluas-luasnya terhadap berbagai masukan dari masyarakat terkait RUU Penyiaran.
“Tentu setelah menjadi RUU maka RUU akan diumumkan ke publik secara resmi,” ucapnya.
Dalam hal kami di Baleg membuka ruang dialog untuk menjaring masukan, mendukung diskusi dan diskursus untuk RUU Penyiaran sebagai bahan masukan pembahasan RUU Penyiaran,” pungkasnya.
Koordinator JPM Mohammad Khairul Umam menyampaikan, revisi Undang-Undang Penyiaran yang diajukan pada 27 Maret 2024 dinilai mengancam kebebasan pers. Sebab, beberapa pasal dalam draf RUU tersebut melarang jenis konten tertentu dan membatasi produk jurnalistik, sehingga bertolak belakang dengan dengan Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kami akan terus mengawal sampai tuntutan penolakan RUU Penyiaran ini dikabulkan. Kami akan tetap melawansampai kapan pun,” pungkasnya.