Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Minerba
Anggota Fraksi PKB, Ratna Juwita Sari saat menyempaikan pendapat dalam RDP Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Minerba Kementrian ESDM, Selasa 11 Februari 2020. (Foto: Te Es/Beritabaru.co)

Anggota Komisi VII DPR Pertanyakan Pajak dan PNBP Minerba



Berita Baru, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui Komisi VII menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM.

Agenda RDP disebutkan untuk membahas penerimaan negara dan investasi dari sektor pertambangan Minerba.

Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyanto memaparkan bahwa realisasi penerimaan negara dari sektor Minerba pada tahun 2019 dalam bentuk pajak sebesar Rp36,3 triliun dan PNBP Rp44,9 triliun.

Menanggapi hal itu anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKB, Ratna Juwita Sari menyampaikan pendapat secara khusus terkait aspek penerimaan tersebut.

Anggota Komisi VII DPR Pertanyakan Pajak dan PNBP Minerba
(Foto: Te Es/Beritabaru.co)

Legislator asal Tuban tersebut menyoal data produksi batubara 616,16 juta ton dengan data penjualan batubara yang lebih besar yaitu 634,76 juta ton.

“Bagaimana mungkin selisih data seperti ini bisa terjadi? Tolong dijelaskan, supaya rakyat Indonesia tahu secara clear”. Ucap Ratna memulai pernyataannya.

Selain itu Ratna juga mengkritisi selisih angka PNBP dari sektor Minerba tahun 2019 sebesar Rp44,93 triliun yaitu terdiri dari PNBP SDA Minerba dan Penjualan Hasil Tambang. Tapi di dashboard MODI (Minerba One Data Indonesia) yang dikembangkan Ditjen Minerba dipublikasikan hanya Rp44,87 triliun.

“Bagaimana selisih data seperti ini masih bisa terjadi? Yang detail dan teknis beginipun harus diperbaiki. Jangan sampai salah”. Lanjutnya.

Secara umum Ratna menilai penerimaan pajak Rp36,3 triliun dan PNBP sebesar Rp44,9 triliun terlalu kecil, melihat jumlah penjualan mencapai 634,76 juta ton.

Anggota Komisi VII DPR Pertanyakan Pajak dan PNBP Minerba
(Foto: Te Es/Beritabaru.co)

Di sisi lain pemerintah menetapkan harga batubara acuan (HBA) dari USD92,41 (Jan), USD91,80 (Feb), USD90,57 (Mar), USD88,85 (April) sampai akhirnya menjadi USD66,30 (Des).

“Intinya selama setahun rerata HBA adalah USD77,89. Jika dikalikan dengan jumlah batubara yang dijual yaitu 634,76 juta ton, maka ada nilai transaksi sebesar USD49,44 Miliar atau setara Rp643,73 triliun jika menggunakan Kurs 13.000 per USD”. Jelasnya.

Jika penerimaan pajak dan PNBP hanya sebesar itu, lanjut Ratna, artinya hanya setara 12,6 persen saja.

“Rasa-rasanya akal sehat saya mengatakan itu terlalu kecil, dibandingkan dampak kegiatan pertambangan terhadap ekologi, kesenjangan sosial, dan bencana alam”. Imbuhnya.

Pada bagian akhir pernyataannya, Ratna mengatakan agar investasi dikelola secara lebih berkualitas dan juga mampu memberikan nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi melalui pengolahan dan pemurnian.

“Realisasi pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan mineral dan batubara harus dipercepat. Dari 17 unit smelter yang dinyatakan selesai, kemudian 51 smelter yang disebut dalam proses, saya tidak menemukan satupun untuk batubara. Bagaimana strategi akselerasi dari Ditjen Minerba? Berapa target Smelter Batubara sampai 2024?”. Tutupnya.

Merespon hal itu, Dirjen Minerba mengakui bahwa input data di dashboard seringkali terlambat.

“Input dashboard memang selalu ketinggalan. Akan selalu diperbaiki. Mohon maaf ini”. Jawab Dirjen Minerba.

Anggota Komisi VII DPR Pertanyakan Pajak dan PNBP Minerba
(Foto: Te Es/Beritabaru.co)

Ia juga menjelaskan terkait masih dianggap rendahnya kontribusi sektor Minerba terhadap penerimaan negara. Menurutnya pengenaan tarif PNBP sudah mulai dihitung dari gross produksi, namun terkait pajak yang menentukan adalah DJP Kemenkeu.

“Kenapa pajaknya kecil, kami biasanya menerima hitungannya dari DJP. Kami tidak tahu”. Ucapnya.

Berkaitan dengan smelter untuk Batubara, ia menjelaskan memang baru akan mulai, dan masih dalam tahap feasibility study (FS). Tahapan ini agak lambat karena nilai investasinya mencapai USD3 miliar.

Mahalnya nilai investasi smelter, lanjut Dirjen Minerba, karena teknologinya semua harus beli. [Priyo]