Ahli Epidemiologi : Pelacakan Covid-19 di Indonesia Belum Baik
Berita Baru, Jakarta – Ahli Epidemiologi, Dicky Budiman menyebu sistem pelacakan Covid-19 di Indonesia masih belum baik.
Menurutnya, yang menjadi faktor adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang mempelajari epidemiologi.
Epidemiologi menurut KBBI merupakan ilmu yang memperlajari penyakit menular pada manusia dan faktor yang dapat memengaruhi penyebaran tersebut.
Dicky mengatakan pertanyaannya itu berdasarkan kepada kasus warga negara asing (WNA) asal Inggris yang meninggal dunia akibat Covid-19, usai di rawat di salah satu rumah sakit di Bali pada akhir Februari 2020.
“Yang Bali itu, sebetulnya kasus kematian (Covid-19) di Indonesia resminya dari orang Inggris yang di Bali, dia masuk (rumah sakit) 28 atau 29 Februari. Kemudian sekitar lima hari setelahnya dia demam, sampai akhirnya di rawat dan akhirnya meninggal,” kata Dicky saat dikutip dari CNNIndonesia.com.
“Kasus seperti ini kita bisa men-trace (melacak) orang tapi memang untuk Indonesia tantangan pelacakan ini luar biasa berat karena kembali ke SDM, epidemolog sangat sedikit. Indonesia tidak sampai 500 ribu secara keseluruhan epidemiolog penyakit menular untuk negara sebesar ini,” sambungnya.
Dicky membandingkan dengan negara bagian di Australia yaitu Queensland dengan jumlah 5 juta penduduk namun memiliki 500 ribu ahli epidemiologi.
Sehingga, lanjut Dicky, hal itu dapat memudahkan untuk melacak orang penyebaran Covid-19 di wilayah mereka.
Begitu juga, menurut pria yang sedang menempuh S3 di Universitas Griffith Australia itu dengan Kota Wuhan, China yang memiliki hampir 10 ribu ahli epidemiologi.
Dicky mendorong agar pemerintah mengevaluasi kembali alur pandemi Covid-19 di Indonesia agar menjadi perbaikan di masa depan.
“Kita bisa melihat evaluasi SDM kita, jadi untuk pandemi ini harus menjadi kesempatan perbaikan ke depan bahwa kita bisa meningkatkan SDM untuk mengantisipasi pandemi selanjutnya,” tegasnya.
“Ini bukan pandemi terakhir dan juga bukan yang paling berat,” pungkasnya.